Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) wilayah IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustari. Dia merupakan tersangka kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Iya (diperiksa sebagai tersangka)," ujar Amran seraya masuk ke dalam lobi KPK, Jakarta, Rabu (4/5/2016).
Dia terus berjalan ke ruang tunggu KPK tanpa menghiraukan pertanyaan mengenai uang yang diterima dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir yang kini berstatus terdakwa dalam kasus yang sama.
KPK menetapkan Amran menjadi tersangka bersamaan dengan Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Taufan Tiro.
Baca Juga
Advertisement
Penetapan tersangka ini setelah menyidik menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup. Di mana hasil ekspose ditemukan keduanya diduga turut menerima hadiah atau janji dari Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Nama Amran muncul setelah Abdul Khoir didakwa menyuap anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp 4,28 miliar. Uang itu agar proyek program aspirasi DPR yang disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara lolos.
Amran, melalui pengakuan Damayanti, menginstruksikan Abdul untuk membayarkan fee, untuk pembangunan jalan di Tehoru-Laimu.
KPK kemudian menjerat Amran dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan 3 anggota Komisi V DPR sebagai tersangka. Mereka adalah Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, dan Andi Taufan Tiro.
Bukan hanya itu, empat orang lainnya, juga ditetapkan menjadi tersangka. Mereka adalah Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir selaku pemberi suap, dua staf Damayanti di Komisi V yakni Dessy A Edwin serta Julia Prasetyarini sebagai perantara suap, serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustari.