Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait penurunan harga gas industri pada bulan ini. Aturan harga gas ini sudah mundur dari target pada 1 Januari 2016.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan dalam rapat koordinasi (rakor) evaluasi paket kebijakan yang berlangsung Selasa kemarin, dari sektor ESDM, yang menjadi sorotan terkait implementasi paket kebijakan ekonomi Jilid III adalah perihal penurunan harga gas.
Selama ini, penurunan harga gas belum berjalan lantaran masih menunggu terbitnya Perpres sebagai payung hukum. "Kita sedang menunggu Perpres gas saja. Yang lain-lainnya sih sudah oke," ujar dia di Jakarta, Rabu (4/5/2016).
Baca Juga
Advertisement
Namun demikian, Sudirman memastikan Perpres tersebut akan segera terbit dalam waktu dekat. Saat ini beleid tersebut telah masuk tahap finalisasi sebelum ditandatangani Presiden.
"Nggak tahu (pastinya), tapi saya rasa sudah difinalisasi. Tinggal menunggu tanda tangan Pak Presiden. Mudah-mudahan (bulan ini), karena mungkin soal administrasinya saja," tandas dia.
Adapun kebijakan penurunan harga gas bagi industri masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid III yang dirilis pada awal Oktober 2015.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja sebelumnya mengatakan, penurunan harga gas seharusnya mulai 1 Januari 2016. Akan tetapi, sampai saat ini Peraturan Presiden yang mengatur penurunan harga belum juga terbit.
"Yang kita sudah usulkan berlaku turun 1 januari. Kalau sudah terbit Perpresnya maka berlakunya 1 Januari," kata Wiratmaja.
Dia menuturkan, jika Peraturan Presiden sudah terbit akan disusul dengan Peraturan Menteri ESDM untuk memperkuat kebijakan tersebut. Jika landasan hukum penurunan harga gas terbit, maka kelebihan harga gas yang dibayar sebelum aturan tersebut terbit akan dikompensasi pada bulan berikutnya.
"Kelebihan bayar bisa dikompensasi pada bulan depan. Yang penting kepastian industri sudah ada. Karena segala sesuatu itu butuh proses. Dicek administrasi, itu prosesnya panjang," ujar Wiratmaja. (Dny/Nrm)