Menanti Ketangguhan Bukit Asam Saat Batu Bara Lesu

Strategi dan efisiensi akan mendukung kinerja PT Bukit Asam Tbk pada 2016.

oleh Agustina Melani diperbarui 04 Mei 2016, 13:30 WIB
Pekerja Batu Bara (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Efisiensi dan strategi pemasaran penjualan batu bara akan menjadi potensi pertumbuhan kinerja PT Bukit Asam Tbk (PTBA) pada 2016.

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatatkan laba bersih turun dua persen menjadi Rp 332,86 miliar pada kuartal I 2016. Laba bersih turun itu didorong dari pertumbuhan pendapatan lambat. Pendapatan perseroan mencapai Rp 3,54 triliun atau naik 8 persen hingga kuartal I 2016 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 3,27 triliun.

Analis PT Sinarmas Sekuritas James Wahjudi menuturkan perseroan mampu menjaga cost of goods sold(cogs) dan mengurangi biaya operasional. Hal ini membuat marjin laba kotor stabil 23 persen dan marjin laba operasional naik menjadi 13 persen.

 

Volume penjualan ekspor batu bara menjadi 2,32 juta metrik ton (MT), dan volume penjualan domestik batu bara naik 33 persen menjadi 2,91 MT hingga kuartal I 2016. Komposisi penjualan domestik dan ekspor menjadi 55 persen dan 45 persen.

Rata-rata harga penjualan batu bara untuk ekspor turun juga menekan kinerja perseroan. Rata-rata harga penjualan batu bara ekspor turun 17 persen menjadi US$ 52,64 per MT.

Meski kinerja melambat di awal tahun, James optimistis perseroan mampu mempertahankan kinerja baik pada 2016. Hal itu didukung dari strategi perseroan dengan melanjutkan penjualan ekspor batu bara kalori menengah dan tinggi untuk mendongkrak pendapatan lebih baik.

"Perseroan juga klaim kalau kalori batu bara tinggi masih diminati negara lain seperti Taiwan, Jepang, Malaysia dan Vietnam. Perseroan juga melanjutkan penjualan batu bara ke negara potensial seperti Korea, Filipina dan Bangladesh," kata James dalam risetnya seperti ditulis Rabu (4/5/2016).


Katalis Positif

Sementara itu, Analis PT BNI Securities Yasmin Soulisa menuturkan meski harga batu bara masih rendah tetapi tidak membuat perseroan melambatkan bisnisnya. Perseroan menganggarkan belanja modal sekitar Rp 3,84 triliun pada 2016 dari posisi tahun 2015 Rp 3,41 triliun. Dana belanja modal akan digunakan untuk pengembangan investasi dan belanja rutin.

Salah satunya pengembangan fasilitas proyek pembangkit listrik. Perseroan mengembangkan pembangkit listrik Banko Tengah. Pembangkit listrik mulut tambang ini menggunakan batu bara berkalori rendah sehingga menguntungkan dari harga dan margin.

Pembangkit listrik berkapasitas 2X610 mega watt (MW) ini akan beroperasi komersial pada 2019. Jika pembangkit listrik ini beroperasi penuh, pembangkit listrik akan mengkonsumsi sekitar 5,4 juta ton batu bara per tahun.

Ada pun kepemilikan pembangkit listrik ini antara lain Perseroan memiliki saham sekitar 45 persen dan China Huadian Hong Kong Company Ltd sebesar 55 persen.

Katalis pendorong kinerja lainnya juga ada potensi kenaikan permintaan batu bara dari India. Rata-rata konsumsi batu bara India naik 7,8 persen per tahun. Angka ini di atas Asia Pasifik sekitar 3,8 persen per tahun. Langkah pemerintah Indonesia mendorong proyek pembangkit listrik juga akan mendukung permintaan baru bara.

Dengan melihat kondisi itu, Yasmin merekomendasikan hold saham PT Bukit Asam Tbk dengan target harga saham Rp 8.100 per saham. Target harga saham itu menunjukkan price earning ratio (PER) 8,2 kali dengan price book value (PBV) 1,7 kali. Sedangkan rata-rata industri tercatat PE sekitar 10 kali dan PBV 1 kali.

Sedangkan James menurunkan rekomendasi menjadi netral dari beli. Target harga saham Rp 7.000 persen untuk satu tahun. Pada penutupan perdagangan saham Selasa 3 Mei 2015, saham PT Bukit Asam Tbk beradai di level Rp 6.875 per saham. (Ahm/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya