Menteri Puan: Tragedi Yuyun Momentum Terapkan Hukuman Maksimal

Puan mengutuk perbuatan pelaku dan meminta aparat hukum dapat memberikan hukuman yang maksimal.

oleh Devira PrastiwiTaufiqurrohman diperbarui 05 Mei 2016, 00:33 WIB
Menteri PMK, Puan Maharani memberikan sambutan saat acara Deklarasi Revolusi Mental (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Tragedi yang menimpa Yuyun di Bengkulu menggugah dan mengusik perasaan kemanusiaan seluruh pihak. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani menyampaikan dukacita mendalam atas wafatnya bocah berusia 14 tahun tersebut.

"Semoga amal ibadah Almarhumah diterima Allah SWT dan  keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan," ujar Puan Maharani di Jakarta, Rabu (4/5/2016).

Puan mengutuk perbuatan pelaku dan meminta aparat hukum dapat memberikan hukuman yang maksimal.

"Pemerintah telah menyiapkan draf Perppu UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, dengan menambahkan hukuman tambahan maksimal (hukuman 'kebiri') bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak," ujar Puan.

Puan Maharani juga menambahkan, pemerintah akan terus berkoordinasi untuk meningkatkan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak antara lain penguatan sosialisasi dan edukasi di sekolah, keluarga, dan media.

"Pengembangan deteksi dini kekerasan terhadap anak, penyusunan Perpres tentang Perlindungan Peserta Didik dari Kekerasan di Lingkungan Pendidikan serta membangun sistem informasi tindak kekerasan terhadap anak," ucap Puan.


Reaksi Istri Anggota DPR

Aksi simpati untuk Yuyun terus mengalir. Bocah 14 tahun itu meninggal dunia dengan tragis setelah menjadi korban kejahatan seksual oleh 14 pria di Bengkulu.

Tragedi Yuyun turut mendapat perhatian istri Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR Setya Novanto (Setnov), Deisti Astriani Tagor. Ia mengikuti aksi solidaritas untuk Yuyun di seberang Istana Negara, Jakarta.

Deisti mengaku tak habis pikir kepada para pelaku yang masih anak baru gede atau ABG tersebut yang tega berbuat sadis terhadap Yuyu. Karena itu, ia meminta pihak berwajib menghukum seberat-beratnya kepada seluruh pelaku sesuai perundang-undangan yang berlaku.

"Tragis, ini saya rasa harus dihukum seberat-beratnya seumur hidup dan sesuai undang-undang yang berlaku," kata Deisti di lokasi aksi solidaritas, Rabu (4/5/2016).

Menurut dia, akibat perbuatan pelaku, kini keluarga korban menanggung beban psikologis yang sangat berat. Hal tersebut kata dia, tidak mudah untuk dilalui oleh keluarga korban.

"Karena efek atau dampak trauma itu seluruh keluarga merasakan dan itu sangat berat sekali," ujar dia.

Untuk itu, ia meminta kepada seluruh stakeholder terkait agar bisa memberikan efek jera kepada seluruh pelaku kejahatan seksual agar kisah serupa tak kembali terulang.

"Agar tidak lagi ada Yuyun Yuyun lain yang mengalami hal serupa," Deisti menandaskan.

Dalam aksi tersebut, massa juga menyalakan lilin berbentuk SOS sebagai bentuk simpati untuk Yuyun. SOS adalah singkatan dari 'Save Our Sisters'. Aksi tersebut dimulai sekitar pukul 17.30 WIB dengan diawali dengan orasi keresahan dan kecaman terhadap pelaku.

Tak hanya menyalakan lilin solidaritas, massa juga membunyikan kentongan dan pluit pertanda bahaya akan kejahatan seksual yang sudah darurat.


Komentar Fahri Hamzah

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun (14) oleh 14 ABG di Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu terus menyita perhatian publik dan menjadi perbincangan.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun sangat menyayangkan adanya kejadian ini. Ia mengatakan seharusnya kasus Yuyun tidak akan terjadi kalau masyarakatnya sudah memperhatikan hal-hal yang tidak beres yang ada di sekitarnya.

"Jadi setiap gejala dalam masyarakat yang ganjil, pemerkosaan dan lain sebagainya, itu adalah alert system kepada suatu bangsa bahwa ada yang tidak beres dalam sistem sosial kita dan mungkin ini sangat dipengaruhi oleh tumbuhnya berbagai penyakit masyarakat," ungkap Fahri di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/5/2016).

Ia menilai berbagai penyakit masyarakat dalam era modern seperti sekarang ini baik yang ditularkan melalui media, transaksi obat-obatan, minuman keras, dan sebagainya itu harus menjadi alert system pemerintah.

"Karena itulah kalau kita sebagai pemerintah membaca gejala semacam itu jangan bereaksi on the spot, tetapi dilihat gambar makronya juga. Kita harus menangani perkaranya sebagai persoalan hukum dan persoalan sosial," ucap dia.

"Kita harus tuntut sampai keluarga (korban) mendapatkan keadilan maksimal, tetapi atmosfer harus diciptakan oleh pemerintah supaya kejadian seperti ini tidak terulang lagi," dia menambahkan.

Pelakunya, lanjut Fahri, harus dituntut seadil-adilnya sesuai dengan mekanisme hukum yang resmi.

"Pelaku harus dituntut secara seadil-adilnya, itu kan mekanisme resmi yang secara mikrotekhnis menghadapi setiap pelanggaran dan perbuatan pidana seperti ini. Tetapi saya bicara juga sebagai memberikan atmosfer supaya anomali penyakit sosial seperti ini harus kita baca," Fahri memungkasi.


Wakil Ketua MPR Prihatin

Sementara itu, sejumlah mahasiswa Muhammadiyah pada Rabu (4/5/2016) siang menemui Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Kedatangan mereka untuk menyampaikan undangan pada Hidayat untuk menjadi keynote speech dalam Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) BEM Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Cirebon, Jawa Tengah pada minggu ketiga Mei ini.

Dalam kesempatan itu, Hidayat memberi apresiasi kepada para mahasiswa itu dan mendoakan agar kegiatan yang digelar sukses. Ia juga sempat menyatakan keprihatinannya pada kejadian pembunuhan dosen di Sumatera Utara oleh mahasiswanya.

"Itu merupakan tindakan yang tidak masuk akal. Susah sekali  menggambarkan dengan kata-kata kejadian itu (pembunuhan dosen oleh mahasiwanya)," ungkap Hidayat di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan Jakarta.

Tak hanya itu, lanjutnya, ia juga prihatin terhadap kejadian di Bengkulu, di mana 14 remaja memperkosa seorang anak perempuan. Serta, kejadian di UGM di mana seorang mahasiswi dibunuh oleh seorang yang ingin menguasai hartanya.

"Semua hal yang terjadi menunjukkan bangsa ini mengalami darurat moral. Sebuah bangsa itu diukur dari moralnya, kalau moralnya sudah habis maka hilanglah bangsa itu," Hidayat memaparkan.

"Untuk itu, saya berharap agar Silaknas yang diselenggarakan BEM Perguruan Tinggi Muhammadiyah mampu menghasilkan rekomendasi untuk menyelamatkan umat dan bangsa. Mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah harus mampu menyelamatkan kampus dari segala kejadian yang darurat," ujar dia.

Hidayat mengingatkan kepada para mahasiswa agar dalam era globalisasi ini harus mampu berkompetisi dalam dunia yang semakin luas. Ketidakmampuan bersaing harus diatasi agar kita tidak tertinggal.

"Para mahasiswa juga harus mampu menyelamatkan demokrasi dari para pembajak demokrasi, kaum pemodal, yang menguasai media, usaha, dan lain sebagainya. Kalau mereka menguasai berbagai bidang maka keberadaan kaum pemodal akan mengancam demokrasi. Ketika demokrasi dikuasai pemodal maka demokrasi akan kacau," Hidayat Nur Wahid.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya