Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia tumbuh melambat pada kuartal I 2016 yang tercatat sebesar 4,92 persen. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menuturkan ada beberapa alasan, ekonomi nasional tidak sesuai harapan pemerintah.
"Banyak alasannya, inflasi, utang dibayar, dan ongkos pemerintahan yang tinggi," kata JK di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (5/5/2016).
Dia mengungkapkan, dana transfer daerah yang telah digelontorkan selama ini oleh pemerintah diakui belum optimal pemakaiannya. Untuk itu dia meminta pemerintah daerah memanfaatkan dana tersebut.
Dengan dana transfer daerah yang saat ini mencapai Rp 770 triliun, dia mengungkapkan, harus mampu memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari perolehan yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Baca Juga
Advertisement
"Transfer ke daerah terhadap pertumbuhan ekonomi kita masih tidak setara jumlah anggarannya. Anggaran pembangunan naik 4 kali, tapi mencapai pertumbuhan tidak sebesar yang diharapkan. Tentu masih di bawah target kita. Tetapi kita akan berusaha kuartal berikut ini bisa memperbesar anggaran dan juga membuka ekonomi lebih baik," papar JK.
Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal selanjutnya, JK mengaku akan terus mendorong penyerapan APBN pemerintah. Selain itu, inovasi pemerintah daerah dalam menggunakan dana transfer daerah juga harus terus ditingkatkan.
BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I 2016 mencapai 4,92 persen (year on year). Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2015 sebesar 4,73 persen.
Meski demikian, jika dibandingkan kuartal IV 2015, pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2016 lebih rendah 0,34 persen. "Hampir selalu kuartal I itu, kegiatan ekonomi yang didukung APBN dan sektoral baru mulai," jelas Kepala BPS Suryamin.
Adapun nilai produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK), tercatat mencapai Rp 2.262,6 triliun. Sementara PDB atas dasar harga harga berlaku (ADHB) sebesar Rp 2.947,6 triliun.
Suryamin menuturkan, pertumbuhan ekonomi di kuartal I ini, masih dipengaruhi berbagai kondisi di pasar global. Seperti harga komoditas di pasar internasional yang masih rendah.
"Perekonomian global pada kuartal I masih lemah. China melambat dari 6,8 persen menjadi 6,7 persen. AS tumbuh 2,0 persen atau sama dengan kuartal sebelumnya. Singapura tumbuh 1,8 persen atau sama dengan kuartal sebelumnya," jelas dia. (Yas/Nrm)