Liputan6.com, Jakarta Siapa tak kenal dengan novel tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata? Novel itu menjadi best seller dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa dan diterbitkan di 100 lebih negara.
Baca Juga
Advertisement
Untuk menunjukkan kecintaannya pada sastra, Andrea Hirata mendirikan Museum Kata Andrea Hirata pada 2010. Museum ini terletak di Jalan Laskar Pelangi No 7, Desa Gantong, Belitung Timur. Tidak ada tiket masuk dikenakan bagi pengunjung.
Jarak 78 kilometer atau sekitar 1 jam 10 menit ditempuh dari Tanjung Pandan dengan menggunakan mobil. Saat Liputan6.com menyambangi museum, awal Mei 2016 lalu, sedang dilakukan renovasi. Namun, kami tetap bisa masuk dan menikmati setiap sudut museum.
Melalui tetralogi novel Laskar Pelangi, daerah-daerah seperti Manggar, Gantong, bahkan sekolah doyong SD Muhammadiyah dikenal. Kisah Ikal dan sepuluh teman Laskar Pelangi-nya bersama Ibu Guru Mus menjadi abadi di sana. Tak ketinggalan, keindahan dan kekayaan alam, keragaman budaya, sekaligus ironisme kemiskinan yang mengimpit masyarakat di sana.
Jangan bayangkan ruangan besar bertembok, berlantai keramik atau marmer, serta ruangan berpendingin di Museum Kata. Museum ini dirancang dengan unik, dinamis, sekaligus bersahaja.
Unsur kayu mendominasi sekat-sekat antar ruang di museum ini. Bak pelangi, museum ini penuh diciptakan warna hingga tiap sudut tidak membosankan. Di rumah ini pulalah sang pujangga dilahirkan dan menghabiskan masa kecilnya.
Sastra, Lukisan, dan Musik
Berkeliling museum ini, setidaknya kita bisa melihat kegandrungan Andrea Hirata pada sastra, lukisan, dan musik. Setiap ruangan dibuat tematik sesuai orang-orang yang berperan penting dalam hidup Andrea Hirata.
Misalnya ruangan ayah, ruangan Mahar, ruangan Lintang. Tak ketinggalan foto-foto dan cuplikan adegan di film Laskar Pelangi. Dalam setiap ruangan yang tersaji, ingatan kita akan novel Laskar Pelangi seakan terpanggil, hidup, dan menjelma.
Misalnya, sosok Mahar yang digambarkan nyeni dan eksentrik dalam novel sungguh nyata dalam goresan lukisannya; bahkan ada puisi patah hati yang ditulis Ikal kepada cinta pertamanya, A Ling.
Melalui museumnya ini, Andrea Hirata juga menampilkan kecintaannya pada musik dangdut dan deretan poster film lawas yang melegenda. Kita tentu ingat dengan tokoh Ikal yang diceritakan sangat mengidolakan musik dangdut, terkhusus Rhoma Irama.
Pada akhirnya, Andrea Hirata hanyalah anak Gantong, Belitung Timur, yang sangat mencintai tanah kelahirannya. Ia menyalurkan kecintaan, kebanggaan, sekaligus kegelisahan hatinya dalam karya dan museumnya.
Mirip dengan novelnya, dalam museum ini kita seakan diajak untuk tidak takut bermimpi. Ini persis dengan apa yang diungkapkan Andrea Hirata, “Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”