Liputan6.com, Jakarta - Air mata Yana (30), ibunda Yuyun, masih belum kering ketika mengenang anak perempuannya yang masih 14 tahun meninggal kerena perilaku bejat 14 pemuda di kampungnya
Yuyun di mata Yana merupakan anak yang berbakti kepada kedua orangtua dan pandai mengaji. Dia juga bercita-cita ingin menjadi guru.
"Cita-citanya menjadi guru, agar nantinya bisa mengajari semua orang di desanya ini," kata Yana di rumah duka, Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, saat didatangi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.
Yuyun memiliki saudara kembar bernama Yayan (14). Ayahnya, Yakin (38), adalah petani penggarap kebun kopi di desa setempat.
Menurut Yana, Yuyun bertugas mewakili orangtuanya jika mereka sedang bekerja di kebun. Murid SMP Negeri 5 Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejanglebong itu sering mewakili orang tuanya dalam acara pengajian ibu-ibu di Desa Kasie Kasubun.
"Kalau ada acara Yasinan, Yuyun selalu ngikut, dia sering menjadi wakil kami saat kami sedang sibuk di kebun," ujar Yana dengan logat setempat.
Yuyun selain memiliki kepandaian yang lebih dibandingkan saudara kembarnya, juga memiliki prestasi yang cukup bagus di sekolahnya.
Sejak dari bangku sekolah dasar hingga duduk kelas VII di bangku SMP, Yuyun selalu meraih peringkat tiga besar. Di rumah, Yuyun selain menjaga saudara kembarnya, juga mengurusi pekerjaan rumah seperti beres-beres dan memasak.
"Kami sangat terpukul karena kehilangan anak kebanggaan kami," ujar Yana yang berharap para pelakunya dapat dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya.
Yana meminta pemerkosa sekaligus pembunuh putrinya dihukum maksimal hingga vonis mati.
"Saya minta kepada Ibu Menteri agar para pelaku ini yang masih berstatus anak-anak agar dihukum seumur hidup, dan pelaku yang sudah dewasa agar dihukum mati," kata Yana.
Setara Terorisme
Advertisement
Terkait kasus tewasnya siswi SMP di Bengkulu, Yuyun, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) tegas menuding negara abai terhadap keselamatan anak. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menilai tragedi Yuyun adalah kasus yang terus berulang.
"Ini peristiwa yang terus berulang, dan negara tidak mau belajar atas apa yang terjadi," kata Arist dalam diskusi bertajuk 'Tragedi Yuyun, Wajah Kita', di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5/2016).
Arist membeberkan sejumlah kasus kejahatan yang menimpa beberapa anak-anak dan menjadi sorotan luas masyarakat. Seperti kasus kematian Angeline di Bali dan kematian bocah di Kalideres. Teranyar, tewasnya bocah 6 tahun di Makassar di tangan ayah kandungnya sendiri.
"Bagi saya ini extra ordinary crime (kejahatan luar biasa). Anak-anak tanpa bisa membela dirinya dirampas hidupnya. Ini setara dengan kejahatan yang dianggap luar biasa oleh pemerintah seperti narkoba, korupsi, teroris. ini yang kita sebut pemerintah tidak pernah belajar," Arist menegaskan.
Arist mempertanyakan pula pihak-pihak yang menolak usulan pemberian hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, yaitu hukuman kebiri.
"Saya tanya, kalau anak dirampas hidupnya melanggar HAM tidak?" ujar Arist lantang.
Terus berulangnya kasus kejahatan terhadap anak, kata Arist, karena pemerintah masih menganggap kejahatan terhadap anak adalah kejahatan biasa.
"Kita belum menempatkan itu sebagai kejahatan luar biasa. Misalnya kasus-kasus kejahatan seksual dianggap perbuatan cabul, padahal itu kejahatan kemanusiaan," Arist Merdeka Sirait membeberkan.
Sementara itu polisi masih menemui jalan berbatu dalam menuntaskan kasus Yuyun, siswi SMP yang tewas mengenaskan di Bengkulu dan menyita perhatian masyarakat. Beberapa kendala dihadapi penyidik, salah satunya adalah soal umur.
"Bukan hambatan, tapi kendala. Misalnya klasifikasi umur yang pemahamannya berbeda-beda," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Pol Agus Rianto dalam diskusi 'Tragedi Yuyun, Wajah Kita', di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5/2016).
Menurut jenderal bintang satu polisi ini, pihaknya harus ekstra hati-hati dalam menangani kasus Yuyun. Sebab, dari 12 tersangka terdapat anak di bawah umur yang jelas penanganannya berbeda dengan tersangka lain yang dinyatakan cukup umur oleh undang-undang.
"Kami tidak boleh melanggar hukum. Misalnya terkait dengan anak, kami libatkan KPAI, kriminolog, pakar lainnya, agar dalam proses penegakannya kita tak mendapat protes atau tuntutan," beber Agus.
Menurut dia, Polres Rejang Lebong, Bengkulu sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mengungkap kasus Yuyun. Langkah cepat penyidik dalam menangkap para pelaku dapat meredam agar kasus Yuyun tidak melebar ke mana-mana.
"Dari 12 pelaku, 7 (tersangka kasus Yuyun) sudah menjalani proses persidangan. Kemarin tuntutan Jaksa Penuntut Umum 10 tahun penjara. Sementara yang kategori anak, kita ambil jalan tengahnya dan alhamdulillah sudah dinyatakan lengkap jaksa," kata Agus.
Duka Menteri
Menteri PPPA Yohana Yembise di hadapan orangtua Yuyun menyatakan, atas nama Pemerintah RI ikut berbelasungkawa mendalam dan meminta agar para pelakunya yang sudah ditangkap agar dihukum yang berat. Yohana juga menyebut kasus Yuyun sebagai kasus internasional.
"Untuk itu, tersangka yang berstatus anak-anak ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak agar dihukum maksimal 10 tahun dan direhabilitasi. Untuk tersangka dewasa agar dihukum seumur hidup, supaya memberikan efek jera," ujar Yohana.
Ia juga meminta pemerintah daerah dan semua pihak dapat menjamin perlindungan terhadap perempuan dan anak. Kementeriannya akan segera mengajukan revisi UU Perlindungan Anak dan mempercepat pembahasan RUU Kebiri sehingga para pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak mendapat efek jera.
Di hadapan Menteri PPPA dan Gubernur Bengkulu, ada empat teman sekolah Yuyun diwakili Rima Putriza (14) membacakan tuntutan mereka, di antaranya agar para pelaku dihukum berat dan meminta pengadaan bus sekolah untuk lebih menjamin keamanan mereka saat pergi dan pulang sekolah.
Mereka juga menuntut perbaikan jalan yang rusak, pengadaan sarana air bersih sehingga tidak perlu lagi mandi ke sungai, dan penerangan lampu jalan desa yang juga meningkatkan keamanan penduduk.
Yuyun (14), siswi kelas II SMPN 5 Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejanglebong, menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan oleh 14 pemuda pada 2 April 2016. Sebanyak 12 orang sudah ditangkap polisi dan tujuh di antaranya masih berusia di bawah umur, termasuk kakak kelasnya.
Sementara Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa akan menyekolahkan Yayan. Ia adalah saudara kembar Yuyun, siswi SMP di Rejanglebong, Provinsi Bengkulu yang menjadi korban perkosaan dan pembunuhan.
"Saudara kembaran laki-laki almarhumah Yuyun ini bernama Yayan, akan kita bawa ke Malang untuk masuk pondok pesantren sesuai dengan cita-cita ibu dan bapaknya," ucap Mensos Khofifah saat berkunjung ke rumah orangtua Yuyun di Dusun V Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Jumat (6/5/2016), seperti dilansir Antara.
Yayan yang merupakan saudara kembar laki-laki dari almarhumah Yuyun akan masuk pondok pesantren di Malang, Jawa Timur, setelah selesainya 40 hari meninggalnya saudari perempuannya itu.
Di rumah duka ini, Mensos Khofifah selain memberikan semangat kepada orang tua korban yaitu Yakin (32) dan istrinya Yana (30).
Mensos Khofifah juga menyempatkan berziarah ke makam Yuyun. Selain itu, Khofifah memberikan sumbangan materi demi meringankan biaya kematian Yuyun.
Tragedi yang menimpa Yuyun, korban meninggal lantaran pemerkosaan dan pembunuhan membuat publik marah. Bahkan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun mengungkapkan kemarahannya terhadap 14 pelaku kekerasan seksual terhadap Yuyun.
Yuyun (14), siswi kelas II SMPN 5 Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejanglebong, menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan oleh 14 pemuda pada 2 April 2016. Sebanyak 12 orang sudah ditangkap polisi dan tujuh di antaranya masih berusia di bawah umur, termasuk kakak kelasnya.