Liputan6.com, Jakarta - Industri perkapalan nasional semakin diakui kemampuannya membangun berbagai jenis kapal untuk kebutuhan militer, baik untuk pertahanan dalam negeri maupun diekspor ke negara lain. Salah satu buktinya yaitu ekspor perdana kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) BRP Tarlac (LD – 601) yang merupakan pesanan Kementerian Pertahanan Nasional Filipina.
Direktur Utama PT PAL Indonesia, Firmansyah mengatakan, kapal senilai US$ 90 juta atau setara dengan Rp 1 triliun ini merupakan pengembangan kapal pengangkut Landing Platform Dock (LPD). Kapal tersebut berukuran panjang 123 meter dan lebar 21,8 meter serta memiliki kecepatan 16 knot dengan ketahanan berlayar selama 30 hari di laut lepas.
"Kapal ini memiliki kemampuan membawa dua helikopter, dan mengangkut kapal landing craft utility (LCU) serta sejumlah tank perang hingga truk militer," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (9/5/2016).
Baca Juga
Advertisement
Firmansyah mengungkapkan, selain membangun kapal, saat ini PT PAL juga tengah mengembangkan produk-produk yang bisa dipasarkan di dalam negeri maupun luar negeri. Terutama untuk memenuhi kebutuhan kapal perang dan kapal negara sesuai pesanan antara lain dari Kementerian Pertahanan, Kepolisian Rl, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) serta Otonomi Daerah maupun swasta, serta pesanan luar negeri.
"Kami juga mengembangkan rekayasa umum dengan spesifikasi tertentu berdasarkan kebutuhan. Pada saat ini PT PAL sudah menguasai teknologi produksi komponen pendukung industri pembangkit tenaga listrik dan konstruksi lepas pantai," kata dia.
Produk-produk yang pernah dikerjakan seperti Steam Turbine Assembly sampai dengan 600 MW, Komponen Balance of Plant dan Boiler sampai dengan 600 MW, Compressor Module 40 MW, Barge Mounted Power Plant 30 MW, Pressure Vessels dan Heat Exchangers, Generator Stator Frame sampai dengan 600 MW, dan Wellhead Platform sampai dengan 3.000 ton.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, dengan status sebagai negara maritim, serta dukungan dari sumber daya manusia (SDM) dan perbaikan infrastruktur di dalam negeri diyakini mumpuni untuk memperkuat industri strategis ini ke depan.
"Di industri perkapalan, pemerintah memiliki program penguatan seperti memberi insentif fiskal berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk impor komponen kapal sehingga galangan kita lebih leluasa membangun kapal, utilitas optimal dan tenaga kerja terserap," kata dia.
Beleid soal BMDTP tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan 249/PMK011/2014. Fasilitas lainnya ialah PP Nomor 69 Tahun 2015 tentang fasilitas fiskal untuk impor dan/atau penyerahan kapal laut, pesawat udara, kereta api dan suku cadangnya. Kebijakan ini memberi insentif PPN tidak dipungut untuk beberapa alat transportasi, seperti galangan kapal, kereta, dan pesawat serta suku cadangnya.
Kemenperin mencatat, jumlah industri galangan kapal sekira 250 perusahaan yang terpusat di Batam dan Pulau Jawa. Kapasitas produksi untuk bangunan baru 1 juta dead weight ton (DWT) per tahun dan reparasi 12 juta DWT. Sementera, kemampuan fasilitas bangunan baru sampai dengan 50 ribu DWT dan reparasi 300 ribu DWT.
Jenis kapal yang telah mampu diproduksi di dalam negeri antara lain Kapal Curah (Bulk Carrier), Kapal Ferry Ro-Ro, Chemical tanker, Landing Platform Dock, LPG Carrier, Dry Cargo Vessel, kapal penumpang, kapal kargo dan kontainer, tanker, kapal ikan, tug boat danKapal Patroli Cepat. (Dny/Gdn)