Liputan6.com, Manila - Peristiwa penembakan mewarnai pemilihan umum (pemilu) presiden di Filipina yang berlangsung pada Senin (9/5/2016). 7 orang tewas dan sejumlah orang lainnya dilaporkan terluka dalam insiden yang terjadi beberapa jam sebelum jajak pendapat digelar.
"Menjelang pagi, seorang pria bersenjata menembaki sebuah jip dan dua sepeda motor di Kota Rosario, bagian Selatan Manila," ungkap Inspektur Jonatan del Rosario seperti dilansir Channel News Asia, Senin (9/5/2016).
Motif di balik serangan itu sendiri belum diketahui. Namun del Rosario mengatakan, insiden penembakan yang terjadi di Provinsi Cavite itu dapat diidentifikasi sebagai akibat dari persaingan politik yang kian memanas.
Lebih dari 54 juta orang di seluruh kepulauan Filipina -- dari 7.000 pulau -- terdaftar dalam pemilu kali ini. Selain memilih presiden dan wakilnya, pemilu yang telah dibuka sejak pagi hari dengan pengamanan ketat ini juga akan memilih senator dan 18.000 pejabat lokal termasuk wali kota.
Baca Juga
Advertisement
Lima calon diketahui akan memperebutkan kursi presiden, menggantikan Presiden Benigno Aquino yang tak dapat lagi mencalonkan diri setelah menjabat selama enam tahun.
Jajak pendapat sementara memperlihatkan calon yang unggul adalah Rodrigo 'Digong' Duterte, Wali Kota Davao City, Filipina selatan. Sejumlah pihak menilai, Duterte merupakan seseorang yang otoriter.
Pria 71 tahun itu fokus dengan berbagai isu hukum dan ketertiban. Namun ia membuat sejumlah pernyataan kontroversial, termasuk mengatakan ia akan membantai para penjahat.
Pemilu kali ini juga diwarnai dengan bocornya data pribadi sekitar 55 juta pemilih karena diretas. Namun Komisi Pemilihan Umum Filipina menegaskan kebocoran tidak akan mempengaruhi proses pemilihan presiden.
Sebelumnya, 15 orang dilaporkan tewas dalam berbagai insiden yang terkait dengan pelaksanaan pemilu yang telah digelar sejak awal tahun ini. Salah seorang calon independen untuk Wali Kota Lantapan, Filipina selatan, Armando Ceballos dilaporkan tewas terbunuh dalam serangan sekelompok pria bersenjata yang menyerbu rumahnya.
Lemahnya penegakan hukum dan politik dinasti yang 'mengakar' disinyalir telah mendorong tingkat kekerasan politik di Filipina. Sejumlah politisi bahkan memiliki tentara pribadi.