Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) memastikan akan terus berjuang bagi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewirausahaan menjadi Undang-Undang (UU) Kewirausahaan pada tahun ini.
Sebab, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia mengatakan, selain akan melipatgandakan jumlah wirausaha baru, UU ini juga akan berdampak positif bagi kebijakan fiskal.
“Tidak hanya akan melipatgandakan pengusaha baru, tapi juga akan berdampak positif bagi kebijakan fiskal ke depan,” ujar Bahlil di Jakarta, Senin (9/5/2016).
Dia mengatakan penerimaan pajak negara akan melonjak bila semakin banyak pengusaha baru tercipta di Tanah Air. Contohnya, setiap satu perusahaan baru yang dibentuk terdapat 40 persen saham pemerintah dalam bentuk Pajak Penghasilan (PPh) Badan, Pajak Pertambahan Nilai, dan PPh 21.
Baca Juga
Advertisement
Sebab itu, semakin banyak pengusaha baru yang tercipta akan semakin banyak pendapatan negara dari perpajakan. “Kalau usahanya sukses, biasanya pengusaha akan bikin perusahaan baru lagi dan akan semakin banyak badan usaha yang membayar pajak,” kata dia.
Sebab itu, guna mendukung terciptanya lebih banyak pengusaha baru, utamanya dari kalangan mahasiswa, Hipmi dalam waktu dekat akan menggelar Jamboree Hipmi Perguruan Tinggi se-Asean yang akan dihadiri oleh sekitar 4.000 mahasiswa se-Asean di STT Telkom, Bandung Jawa Barat, 22 hingga 26 Mei 2016.
Pada bagian lain, terciptanya pengusaha baru akan menciptakan lebih banyak lagi lapangan kerja, meningkatkan daya beli masyarakat, serta menciptakan kepastian pendapatan. “Akan menyerap lebih banyak angkatan kerja, industri terus bergerak, daya beli masyarakat meningkat, permintaan akan melonjak lagi,” ucap Bahlil.
Bahlil mengatakan, saat ini Indonesia baru memiliki 1,5 persen pengusaha dari sekitar 252 juta penduduk Tanah Air. Indonesia masih membutuhkan sekitar 1,7 juta pengusaha untuk mencapai angka dua persen. Sementara di negara Asean seperti Singapura tercatat sebanyak 7 persen, Malaysia (5 persen), Thailand (4,5 persen), dan Vietnam (3,3 persen) jumlah pengusahanya.
Tak hanya sekedar melipatgandakan jumlah pengusaha, Indonesia juga perlu menciptakan pengusaha baru yang berkualitas dan terdidik, yakni dari kalangan mahasiswa. Pengusaha berlatarbelakang sarjana ini, ujar Bahlil, akan memiliki kemampuan meningkatkan kapasitas usahanya serta akan kuat menghadapi persaingan yang semakin ketat di era masyarakat ekonomi Asean (MEA). “Daya saing mereka akan kuat, sebab secara pendidikan jauh lebih mumpuni,” ujar dia. (Nrm/Ahm)