Liputan6.com, Mojokerto - Lima personel band Mesin Sampink dikenai wajib lapor oleh Polres Kota Mojokerto, Jawa Timur lantaran menyanyikan lagu Genjer-genjer yang dianggap identik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) di GOR Majapahit, Kota Mojokerto.
Kapolres Kota Mojokerto, AKBP Nyoman Budiarja mengatakan, hasil pemeriksaan terhadap kelima personie band dan seorang perwakilan event organizer (EO) tidak ditemukan unsur kesengajaan atau upaya penyebaran ajaran komunis dari personel band itu.
"Sehingga sore ini juga segera dipulangkan, mereka hanya dikenai wajib lapor. Tapi kami tetap mendalami latar belakang mereka saat manggung," kata Nyoman dikonfirmasi di Mojokerto, Senin (9/5/2016).
Sebelumnya, kepolisian memberikan izin pagelaran musik indie dengan tema Mojokerto Bujang Meriang 2 pada Minggu (8/5) malam di GOR Majapahit, Kota Mojokerto.
Baca Juga
Advertisement
Band Mesin Sampink tampil sekitar pukul 21.00 WIB. Personel band yang mengusung musik regeae ini antara lain AFS (22) sebagai vokalis band, JM (28) sebagai gitaris, JB (28) sebagai drummer, OS (27) sebagai gitaris, dan RO (22) sebagai basis.
"Saat mereka main, terdengar oleh anggota kami musik Genjer-genjer. Segera anggota membubarkan acara itu dan mengamankan personel band dan seorang EO kegiatan," ujar Nyoman.
Di lokasi acara itu, Nyoman menyebut tak ditemukan berbagai atribut atau simbol yang identik dengan PKI. Seluruh personel Mesin Sampink dan EO kemudian dibawa ke Mapolres Kota Mojokerto untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Tujuannya untuk menghindari kemungkinan adanya gesekan dengan kelompok lain yang tak sepaham.
"Hasil pemeriksaan, band itu memainkan lagu Genjer-genjer karena menyukai iramanya. Lagu ini mereka aransemen sejak tahun lalu dan sering dimainkan," ucap Nyoman.
Aransemen Ulang
Pengakuan personel band ke kepolisian, lagu Genjer-genjer aransemen ulang mereka telah dimainkan di empat pementasan berbeda sepanjang 2015 lalu. Mereka juga hanya memainkan beberapa bait dari lirik lagu yang pertama kali dipopulerkan oleh seniman Banyuwangi itu.
"Ada beberapa bait saja yang dimainkan. Mereka tak tahu kalau lagu ini identik dengan PKI," ucap Nyoman.
Kepolisian sendiri, sebut Nyoman, berpedoman pada TAP MPRS nomor 25 tahun 1966 tentang Pembubaran PKI serta UU nomor 27 tahun 1999 tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.
Kepolisian mengaku sulit untuk membuktikan seseorang melanggar aturan hukum itu.
"Memang susah untuk bagaimana sampai membuktikan perbuatan mereka itu. Tapi, ini semua sebagai langkah antisipasi kepolisian," ucap Nyoman.
Salah seorang panitia pementasan musik, Defy, menyayangkan adanya pembubaran konser musik tersebut oleh pihak kepolisian.
"Penonton kecewa karena konser ini dibubarkan oleh polisi, padahal ini murni untuk hiburan semata. Tidak ada unsur lain, murni untuk mengapresiasi band lokal Mojokerto," kata Defy.