Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok disomasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, karena melakukan penggusuran dibekingi oleh TNI. Menanggapi hal itu, Ahok mengatakan, penggusuran yang dilakukan diatur dalam Perda DKI Jakarta.
"Saya hanya tegakkan Perda, salah di mana," kata Ahok di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/5/2016).
LBH Jakarta, lanjut Ahok, seharusnya mengurusi kasus lain, yaitu penggusuran di Meruya yang dilakukan sebuah perusahaan swasta. Menurut dia, ada laporan warga perusahaan swasta itu menggunakan oknum TNI/Polri untuk mengintimidasi demi memperlancar penggusuran.
"Mereka melaporkan ada intimidasi dari oknum-oknum TNI/Polri. Mereka laporkan, kok enggak ada yang urus," tegas Ahok.
Baca Juga
Advertisement
Terkait dengan keberadaan TNI/Polri dalam penggusuran yang terjadi, Ahok menjelaskan hal tersebut juga diatur dalam Perda DKI Jakarta. Bila hanya Satpol PP yang mengawal proses penggusuran, warga tidak takut dan dikhawatirkan berlaku anarkis.
"Satpol PP selalu minta didampingi polisi, kalau tidak terjadi kekerasan. Misal Kampung Pulo, waktu tidak turunkan polisi, dibakar alat, kita lapor ke siapa. Polisi turun, baru mereka takut. Sebagian warga yang anarkis itu enggak takut Satpol PP sekarang," jelas mantan Bupati Belitung Timur itu.
Ahok menuturkan Satpol PP meminta bantuan ke Polri. Selanjutnya, Polri minta bantuan TNI. Aparat penegak hukum yang terlibat pun akan diberikan uang. Uang itu pun juga sudah dianggarkan dan ada aturan tertulisnya.
"Kami ada Perda yang atur untuk biaya makan, transport, anggota yang bantu itu ada uangnya," tandas Ahok.
Salah satu pengacara dari LBH Jakarta Aldo Felix mengatakan, terjadi 113 penggusuran pada 2015 lalu. Sebanyak 8.145 keluarga dan 6.283 unit usaha jadi korban. Dari total penggusuran, 65 kasus melibatkan TNI.