Liputan6.com, Jakarta - Selain akan menyelidiki pertemuan salah satu calon Ketua Umum Partai Golkar berinisial AK yang kedapatan menemui pemilik suara di Golkar, Komite Etik Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) juga akan menyelidiki dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi oleh tim pendukung calon Ketua Umum Golkar Setya Novanto.
"Pasti, kita dari media cetak, elektronik sudah mendapat info itu. Itu salah satu yang akan kita rapatkan di Bali nanti," kata Wakil Ketua Komite Etik Munaslub Golkar Lawrence Siburian saat dihubungi di Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Lawrence menegaskan, pihaknya tidak akan pandang bulu menyelidiki dugaan pelanggaran etik yang dilakukan calon Ketua Umum Partai Golkar. Pihaknya memiliki tim yang terus memantau pergerakan semua calon ketua umum.
"Kita punya cara dan punya orang untuk menghimpun data mengenai itu. Kalau sudah memenuhi persyaratan majelis kode etik akan mengadili kalau cukup bukti dan saksi," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Namun, jika nanti tidak terbukti, maka majelis etik Munaslub Golkar akan menutup dugaan pencatutan nama Presiden yang mendukung Setya Novanto. Sebab hingga kini, Setya Novanto sendiri belum pernah menyatakan jika Presiden Jokowi mendukung dirinya menjadi Ketua Umum Golkar.
"Kalau terbukti ada sanksi, ya kalau tidak terbukti kasus ditutup," Lawrence menandaskan.
Kader Golkar Ahmad Doli Kurnia sebelumnya mengatakan, Jokowi telah mendukung Setya Novanto. Kabar itu dia dapat dari salah satu sumber di lingkungan Istana.
"Sinyal dari Istana itu sudah ada, salah satu menteri sudah menyebut Setya Novanto," ujar Doli di Cikini, Jakarta, Minggu 8 Mei 2016.
Istana, menurut dia, mempunyai kepentingan besar terhadap posisi ketua umum yang mempunyai daya tawar politik tinggi. Daya tawar ini, akan mempengaruhi hasil pemilihan ketua di Munaslub.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, dukungan yang diberikan menteri tertentu kepada salah seorang calon ketua umum Partai Golkar sah-sah saja. Apalagi, menteri yang bersangkutan merupakan kader Golkar. Namun, ia menggarisbawahi dukungan tidak boleh mengatasnamakan Presiden Jokowi.
"Ada orang per orang yang memiliki latar belakang sebagai kader Partai Golkar, ya silakan saja kalau mau mendukung. Tetapi bukan kemudian artinya adalah Presiden, artinya adalah Istana, artinya adalah pemerintah (juga mendukung)," tutur dia di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 9 Mei 2016.