Liputan6.com, Surabaya - Pemkot Surabaya akan memproses hukum terkait pembongkaran bangunan bekas radio perjuangan Bung Tomo yang terletak di Jalan Mawar No 10, Surabaya, Jawa Timur. PT Jayanata selaku pemilik dan penanggung jawab perusakan rumah dinilai terbukti melanggar Peraturan Daerah (Perda) No 5 Tahun 2005.
Untuk itu, Pemkot Surabaya yang terdiri dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) dan Dinas Kebudayaan Pariwisata Surabaya menuntut PT Jayanata agar merekonstruksi bangunan cagar budaya itu.
Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Eri Cahyadi menjelaskan bangunan bersejarah itu sudah memiliki Izin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan pada 1975. Kemudian, pemilik bangunan kembali mengajukan IMB pada 2015.
Sesuai peraturan wali kota, denda retribusi terbagi dua. Jika bangunan sudah keburu berdiri tetapi belum memiliki IMB, denda retribusi dihitung 100 persen. Tetapi kalau bangunannya sudah berdiri dan mempunyai IMB, bangunan itu dinilai nol persen.
Baca Juga
Advertisement
Khusus untuk bangunan eks rumah radio Bung Tomo, Pemkot Surabaya menerapkan denda retribusi nol karena bangunan itu sudah memiliki IMB. Namun, aturan itu tidak berlaku mengingat bangunan tersebut merupakan benda cagar budaya.
"Jika atas Perda No 5 Tahun 2005, jelas melanggar dan peraturan paling anyar, yakni UU No 11 Tahun 2010, tetapi UU paling baru tersebut belum memiliki aturan teknis, seperti Peraturan Pemerintah (PP) maupun Perda. Saat ini, kami akan kembali membicarakan dan akan mengundang pakar hukum pidana dan pakar hukum tata negara," kata Eri di Kantor Humas Pemkot Surabaya, Selasa (10/5/2016).
Mengacu Perda 5 Tahun 2005, Eri menyatakan perusak bangunan bersejarah itu dapat diancam denda maksimal tiga bulan penjara dan denda dana maksimal Rp 50 juta. Sanksi lebih berat bisa dikenakan kepada PT Jayanata jika merujuk pada UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yakni penjara 1 tahun dan denda Rp 15 miliar.
"Artinya kami tidak mau ceroboh dan gegabah dalam hal ini perlu dikoordinasikan kembali tentunya dengan pakar hukum, terutama Polrestabes," kata Eri.
Eri juga menyebutkan, pihak perusak bangunan Bung Tomo itu sempat mengajukan izin renovasi kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya pada Maret 2016 lalu. Izin renovasi yang diajukan mencakup dua jendela yang akan dijadikan dinding.
Atas pengajuan izin itu, Disbudpar Kota Surabaya merekomendasikan bangunan tidak boleh ada perubahan atau harus tetap sama dengan bentuk aslinya.
"Justru kenyataannya yang terjadi, setelah mendapat rekomendasi dari Disbudpar Kota Surabaya, bangunan ini dirobohkan," kata Eri.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Wiwik Widayati menambahkan, PT Jayanata juga melepas plakat penanda bangunan cagar budaya pada bangunan bekas radio perjuangan Bung Tomo. Padahal, plakat itu berfungsi mempermudah pihaknya mengawasi keberadaan bangunan bersejarah.
Atas hal itu, Wiwik mengaku Disbudpar kebobolan dengan insiden penghancuran bangunan bersejarah itu. "Sebelum dirobohkannya bangunan tersebut, plakat sudah hilang. Tentunya kami mendorong pihak pemilik untuk segera rekonstruksi bangunan yang dirobohkan itu," ucap Wiwik.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Kota Surabaya Irvan Widiyanto menyatakan telah melakukan langkah-langkah pengamanan. Antara lain, dengan menyegel lahan dengan garis bertuliskan dilarang melintas itu.
"Seiring berjalannya rekonstruksi, kita tetap akan koordinasikan dengan pihak kepolisian dan tentunya akan rundingkan bagaimana pidana yang pas bagi mereka peroboh bangunan dan tentunya sesuai dengan Perda dan Undang-Undang," ujar Irvan.