Berkat Asas Cabotage, Tarif Angkutan Kontainer Domestik Diprediksi Stabil di 2021

Tarif pengangkutan kontainer ke jalur-jalur pelayaran domestik di 2021 ini diperkirakan masih akan stabil.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Jan 2021, 11:11 WIB
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Tarif pengangkutan kontainer ke jalur-jalur pelayaran domestik di 2021 ini diperkirakan masih akan stabil. Meski aktivitas bisnis antar pulau mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19, kebijakan pemerintah yang tetap mempertahankan ketentuan azas Cabotage dalam Undang-undang Cipta Kerja (UU CK) dinilai sebagai salah satu faktor yang menjaga stabilitas tarif angkutan kontainer domestik.

"Kebijakan pemerintah untuk tetap mengoptimalkan peran pelayaran nasional untuk melayani angkutan domestik sangat positif. Selama ini dengan azas Cabotage pelaku pelayaran domestik mampu menjaga tarif tidak bergerak liar seperti yang terjadi di angkutan global saat ini," ujar Direktur Namarin Institute, Siswanto Rusdi dalam keterangannya di Jakarta, JUmat (15/1/2021).

Akibat pandemi Covid-19, hampir semua kapal di jalur pelayaran dunia menaikkan _freight rate_ kontainer ke luar negeri. Sebagai contoh tarif kontainer 20 feet ('20) Sub ke Ho Chi Min awal 2020 USD300/20’ sekarang USD950/20’. Sub ke Huangpu awal tahun USD150/20’ saat ini sudah USD 1.050/20’.

Sementara Sub ke Shanghai awal tahun USD 200/20’ sekarang USD1050/20’ juga sebaliknya Untuk import dari Shanghai Ke Surabaya USD500/20'. Sekarang Jadi USD 2.000/20‘ . Juga untuk Surabaya - Tianjin 350/20 menjadi 1050/20 dan Tianjin Surabaya 500/20 menjadi 4.000/20.

Situasi yang sama juga terjadi pada jalur ke Eropa seperti sub Europe Main Port. Pada awal tahun freight rate masih USD 800/20 lalu melonjak jadi USD 1.000/20’ di Oktober 2020 dan saat ini sudah terbang tinggi hingga USD4.000/20’.

Selain freight rate yang melambung tinggi, banyak perusahaan pelayaran asing yang memilih jalur-jalur gemuk di luar negeri. Akibatnya lalu lintas kapal ke Indonesia menjadi berkurang sehingga menghambat laju ekspor-impor para pelaku usaha di dalam negeri.

Siswanto menilai dengan freight rate pelayaran global yang demikian mahal dan jadwal kapal yang terbatas, biaya ekspor dan impor menjadi semakin tinggi. Dampaknya ekonomi domestik juga menjadi tidak efisien.

Itu sebabnya, lanjut Siswanto, penerapan azas Cabotage memberikan kepastian bagi pelaku usaha di dalam negeri terhadap biaya pengangkutan barang antar pulau lewat laut.

"Bisa dibayangkan jika pelayaran domestik dibebaskan bagi pelayaran asing. Struktur tarif angkutan kapal akan dikendalikan oleh mereka (asing) dan ini akan sangat memberatkan pelaku usaha dalam negeri. Padahal kemampuan pebisnis di setiap daerah berbeda," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dampak Pandemi

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menurutnya pandemi Covid-19 menjadi risiko bagi perusahaan pelayaran domestik karena volume pengangkutan juga berkurang. Selama 2020 beberapa tarif angkutan kontainer di jalur domestik sempat mengalami penurunan.

Seperti diketahui dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah telah disahkan pada 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2 November 2020 tetap memcantumkan Azas Cabotage. Ketentuan ini sebelumnya telah ada di UU Pelayaran nomor 17 tahun 2008.

Sesuai ketentuan azas Cabotage, pelayaran domestik wajib menggunakan kapal berbendera Indonesia dengan awak kapal Warga Negara Indonesia (WNI). Langkah ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendukung penguatan industri pelayaran nasional dan menjaga kedaulatan negara Indonesia.

Siswanto mengatakan, industri pelayaran termasuk bisnis padat modal. Apalagi di Indonesia angkutan barang menggunakan kontainer masih kecil, sehingga pasar bagi pelayaran domestik juga terbatas. Jika jalur pelayaran domestik dibebaskan untuk pelayaran asing, dampaknya bisa sangat meluas. Misalnya jalur-jalur gemuk akan dikuasai asing, apalagi mereka bisa langsung menuju wilayah tujuan di luar negeri.

"Sebagai negara kepulauan pemerintah harus memperkuat industri pelayaran domestik. Karena ketika krisis seperti ini pelayaran-pelayaran domestik akan tetap jalan dan tidak pilih-pilih rute seperti yang terjadi dengan pelayaran asing saat ini yang hanya fokus ke jalur gemuk dan memberatkan ekonomi," tegasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya