Liputan6.com, Jakarta - Masa tahanan tersangka pembunuh Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso akan segera berakhir pada 28 Mei mendatang. Penyidik memiliki waktu 120 hari atau empat bulan lamanya mengurung Jessica sambil melengkapi berkas perkara yang berisikan bukti-bukti.
Saat ini adalah detik-detik menegangkan bagi Jessica dan pihak kepolisian, karena 17 hari lagi masa penahanan habis. Jessica berharap tuduhan terhadap dirinya tak terbukti, sedangkan polisi berharap berkas segera diterima Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta agar layak disidangkan oleh hakim.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Moechgiyarto mengatakan, pihaknya hanya bisa menunggu sikap Kejati sambil menyempurnakan seluruh kekurangan berkas. Meskipun berkas perkara itu mondar-mandir tiga kali lantaran belum lengkap.
"Ya kita tunggu, kan sekarang sedang berproses. Proses aturannya secara normatif kita ikuti. (Kekurangan di berkas perkara) Sudah dikembalikan kembali (ke Kejati), sudah dilengkapi. Dan laporan Pak Dirkrimum (Direktur Kriminal Umum) pada saya, insya Allah akan P-21," kata Moechgiyarto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Ia berpendapat sebenarnya anggotanya tak wajib mengantongi dua alat bukti jika menganut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Penyidik hanya mengumpulkan semua alat bukti terkait kasus yang ditangani, kemudian melimpahkan ke kejaksaan agar segera disidangkan.
Baca Juga
Advertisement
"Sebetulnya sistem peradilan pidana kita ini kalau menganut Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, tidak ada kewajiban penyidik mencari dua alat bukti. Itu tidak ada. Penyidik hanya mengumpulkan semua bukti-bukti, alat bukti. Kalau ada itu kita naikkan ke peradilan," Moechgiyarto menjelaskan.
Sebab, menurut dia, pembuktian seseorang bersalah atau tidak adalah kewenangan hakim di pengadilan. Ia menilai bolak-balik berkas perkara membuat polisi seakan terombang-ambing, sehingga anggotanya berkutat pada pencarian alat bukti.
"Harusnya hakim yang memutus itu. Itulah panglima yang terakhir. Supaya ada kepastian hukum, jadi kita jangan diombang-ambingkan dengan segala masalah yang demikian ini," ujar Moechgiyarto.
Ia menyayangkan tak adanya ketidakterlibatan jaksa di awal pertama kasus ini mencuat. Tidak dilibatkannya jaksa, menurut Moechgiyarto, adalah sebab musabab berkas pembunuhan bermodus kopi sianida itu tak kunjung diterima jaksa dan menghambat proses hukum atas Jessica.
Namun ia juga tak dapat mempermasalahkan hal tersebut karena tak ada regulasi yang mengharuskan jaksa dan polisi jalan beriringan di awal penyelidikan kasus.
"Sebetulnya sejak awal jaksa sudah harus nempel, itu idealnya. Tapi kita kan karena ada aturan. Tidak tertulis itu yang menghambat proses itu. Maka terjadi bolak-balik perkara. Saya berpikir kita menyamakan persepsi itu. Kalau kita ingin benar-benar menegakkan kebenaran ini, harus sampai di pengadilan, itu yang benar," mantan Kapolda Jawa Barat ini memaparkan.
Menanggapi pernyataan Moechgiyarto, Kepala Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Waluyo Yahya membantah pihaknya berniat mengombang-ambingkan berkas perkara pembunuhan Mirna. Ia menegaskan sikap Kejati yang berkali-kali mengembalikan berkas tersebut ke penyidik semata-mata karena alat bukti belum sempurna.
"Kejaksaan Tinggi tidak ada niat sedikitpun untuk mempersulit menyatakan berkas itu P-21. Jadi semata-mata hanya berdasarkan alat bukti. Nanti kalau berkas itu enggak lengkap, gimana mau dinaikkan ke pengadilan? Jadi semata-mata berdasarkan alat bukti," Waluyo menegaskan ketika dihubungi, Rabu (11/5/2016).