Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Nila Farid Moeleok, Sp.M(K) menilai, perlu dipertimbangkan efek samping penerapan hukuman kebiri agar tidak melanggar Hak Asasi Manusia. Namun tetap perlu ada pemberatan hukuman.
"Tindakan mengganggu hormon seseorang dengan maksud mengurangi libido, apapun tindakan ini ada side effectnya ini yang harus kita pertimbangkan. Kita tidak bisa terlalu emosional istilahnya barangkali demikian. Kita harus pertimbangkan dengan bijak, tidak boleh sampai melanggar HAM, itu dia. Kami meminta untuk didengar dari sisi kesehatan dan kedokteran," ujar Menkes, dalam siaran pers Sehat Negeriku, Kamis (12/5/2016).
Advertisement
Menkes menyebutkan, persoalan ini telah dibahas saat rakor yang dihadiri oleh Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasona. H. Laoly di Kantor Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 10 Mei 2016.
Ketiga kementerian tersebut membahas Amandemen Undang-undang Perubahan Kedua Atas Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Amandemen tersebut menambahkan substansi penambahan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Hasilnya, kementerian dan lembaga bersepakat mengajukan pemberatan hukuman (atau hukuman tambahan) pidana maksimal kepada pelaku pemerkosaan dan pencabulan. Kepada pelaku juga akan dikenakan sanksi berupa publikasi identitas kepada publik bahwa yang bersangkutan telah melakukan kejahatan di luar nilai kemanusiaan.
Kemudian, setelah mendapatkan pemberatan hukuman, tetap akan diberikan pendampingan rehabilitasi selama masa hukuman. Sementara hal lain yang belum dapat diputuskan seperti hukuman kebiri kimia, akan dibawa pada Rapat Terbatas bersama Presiden pada kesempatan mendatang.
Wakil Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr. Eka Viora, Sp.KJ(K) menambahkan, pernyataan hukuman kebiri bermanfaat untuk menakuti pelaku agar muncul efek jera, bukan hal yang tepat. Dia berpendapat, sanksi pidana dan sanksi sosial cukup untuk memunculkan efek jera.
"Yang utama adalah pendampingan pada masa hukuman, agar pelaku menyadari kesalahannya, menyesali, dan tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari. Tidak perlu ditakut-takuti dengan cara itu, seumur hidup kan bisa. Kita akan damping dia," pungkasnya.
Kasus Yuyun, siswi 14 tahun di Bengkulu yang meninggal setelah dicabuli 14 anak baru gede alias ABG terus mendapat simpati dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.