Citizen6, Jakarta - Kamu yang berada di Jakarta, pasti sudah tak asing dengan kisah mistis yang aneh tapi nyata mengenai lukisan Si Manis Jembatan Ancol, kan?
Lukisan yang sangat fenomenal tersebut dilaporkan dibuat pada 4 Juli 1978. Kronologi kisah perempuan cantik dari abad 16 yang hadir di malam hari menghampiri pelukis di Pasar Seni Ancol, yang akrab dipanggil Eyang Broto, menyeruak ke berbagai bidang. Dari soal kesenian, budaya, religi, sejarah, hingga bisnis.
Lukisan asli yang sekilas tampak biasa saja jika diamati memang memiliki "magnet" bila diperhatikan secara detail dan fokus. Di tahun 1978, bagi seorang penganut kejawen seperti Eyang Broto, bukanlah hal sensasional yang menjadi tujuan utamanya. Eyang Broto adalah sosok yang jauh dari sifat berlebihan. Ia sangat sederhana, jujur, menikmati dunia seni dengan penghasilan di bawah rata-rata, dan mensyukurinya bersama keluarga dengan cara mengalir.
Baca Juga
Advertisement
"Bapak itu orangnya tidak neko-neko. Jadi masa kecil kami ya normal dan bagi saya bermain di areal Pasar Seni Ancol hal yang biasa saya lakukan dan nikmati begitu saja," ucap putra Eyang Broto yang juga menuruni bakat sang ayah sebagai pelukis, Badar Roesedyoo.
Pertemuan saya dengan Mas Badar dijembatani oleh Vincentia, istri beliau yang kebetulan adalah kawan saya. Saya diundang ke rumah keluarga Eyang Broto di daerah Depok. Sungguh buat saya ini seperti perjalanan spiritual. Untuk menuju ke rumah tersebut saya harus berjalan kaki menerabas jembatan yang ada celahnya dengan air sungai mengalir di bawahnya.
"Kita potong jalan ya," kata Vincentia yang memandu. Hari mulai sore dan mulai gerimis. Kami memang memulai perjalanan sudah lewat tengah hari karena saya sebelumnya harus menghadiri undangan para penulis wanita di TIM.
Keluarga yang saya temui adalah keluarga bersahaja. Jamuan yang menyenangkan seperti jajanan pasar singkong dan gorengan menjadi saksi pertemuan saya dan keluarga Eyang Broto.
Seperti diketahui, Eyang Broto hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya. "Bapak itu sudah beberapa kali memang mau 'pergi'. Tapi karena usia mulai lanjut dan saya kuatir kecelakaan,maka saya selalu melarang. Namun, entah kenapa di hari terakhir saya jumpa bapak, saya betul-betul tertidur pulas di kursi ruang tamu. Dan bapak sudah lenyap, sampai hari ini tidak pernah pulang dan tidak ada beritanya," tutur Badar. Ada perasaan kecewa karena seharusnya dia bisa menjaga sang bapak saat itu agar tidak keluar rumah sendirian.
lukisan pionir
Lukisan Si Manis Jembatan Ancol memang menjadi peninggalan Eyang Broto. Berbagai versi lukisan tentang Si Manis beredar. Tidak hanya Eyang Broto yang melukis. Namun, ia adalah pelukis asli dan yang mengawali semua kisah, baik di media cetak seperti koran (pertama yang menulis kisah tersebut adalah Pos Kota) juga stasiun televisi dengan berbagai ide kreasi dan versi diangkat ke layar lebar maupun sinetron bersambung.
Kini selang 28 tahun kemudian, lukisan yang bertengger di dinding rumah keluarga Eyang Broto akan "direlakan" oleh keluarga besar tersebut. "Bapak ikhlas..., walau kami tidak tahu di mana keberadaan Bapak," lanjutnya.
Lukisan fenomenal tersebut sedang dipersiapkan untuk memasuki lelang, baik di nasional maupun internasional. Tentu berat hati karena karya seni ini merupakan warisan dan sudah banyak memberikan "warna" dalam dunia hiburan terlepas dari pro dan kontra. Juga bila dibaca tentang kronologi yang disadur dari buku harian sederhana Eyang Broto yang disampaikan Badar kepada saya, sungguh bernilai sejarah karena asal-usul Si Manis karya Eyang Broto ini adalah jelmaan laskar wanita di jaman perang abad 16 (ini yang banyak dikembangkan kemudian dalam berbagai versi).
Seni adalah nilai. Sejauh mana nantinya lukisan ini berada, tetap akan dikenang sebagai lukisan fenomenal buah karya Eyang Broto. Pelukis yang kini tak diketahui keberadaannya. Pelukis bersahaja yang hatinya besar tak pernah peduli ketika berbagai pihak menggunakan kronologi atau kejadian yang sumber awalnya dari beliau.
Si Manis Jembatan Ancol yang bernama Maryam akan selalu dikenang, akan selalu ada walaupun Ancol sudah jauh dari kondisi awal di tahun 70-an. Ancol seperti area bermain, bersenang-senang, dan rekreasi keluarga dengan berbagai perangkat canggih dan harga tiket yang relatif mahal. Hidup selalu berubah, tapi yang jelas masa silam selalu meninggalkan kisah.
(ul)
Pengirim:
Ayi Putri Tjakrawaedana
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6
Advertisement