Ahok Jelaskan Kewajiban Pengembang dalam Reklamasi Teluk Jakarta

Ahok mengakui pihaknya memiliki perjanjian kerja sama dengan 4 pengembang.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 13 Mei 2016, 11:02 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. (Liputan6.com/Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menegaskan tak ada barter antara Pemprov DKI dan para pengembang untuk tambahan kontribusi 15 persen dengan balasan pengembang menanggung biaya penggusuran di DKI.

Menurut Ahok, bila pengembang membangun atau membiayai fasilitas umum seperti rusun dan jalur inspeksi, hal tersebut merupakan kewajiban pengembang bukan barter atau tawar-menawar. Sebab, kewajiban tersebut adalah konsekuensi dari proyek yang mereka bangun di DKI.

"Tidak ada barter gitu," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Kamis malam 12 Mei 2015.

Meski begitu, Ahok mengakui pihaknya memiliki perjanjian kerja sama dengan 4 pengembang yakni PT Agung Podomoro Land (APL) PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Jakarta Properti Indonesia, dan PT Intiland.


Ahok mengaku perjanjian tersebut dibuat sebelum pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (raperda) Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta disahkan.

Ia menjelaskan, perjanjian tersebut dibuat untuk berjaga-jaga bila para pengembang mangkir memberi kontribusi 15 persen yang bakal ditawarkan DKI.

"Isi surat (perjanjian) adalah kami minta kontribusi tambahan kalau izin pulau Anda mau disambung. Nah ini ibaratnya, kalau Anda tidak ada perjanjian, kalau dia nolak, gimana?" ucap Ahok.

 

Surat perjanjian Ahok dan pengembang


Ahok kembali menegaskan, perjanjian kontribusi tambahan 15 persen itu tak ada hubungannya dengan biaya penggusuran Kalijodo. Melainkan untuk membiayai megaproyek tanggul raksasa atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).

"Kalau istilahnya saya enggak minta (kontribusi tambahan) 15 persen dari pulau (reklamasi), duit dari mana nanti bangun NCICD? Nah itu yang bikin Pak Jokowi yakin (setuju dengan tambahan kontribusi)," kata Ahok.

Ahok menjelaskan alasan pembuatan perjanjian tanpa menunggu pengesahan raperda, karena pihaknya mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Dalam pasal 22 ayat 2 disebutkan eksekutif berhak mengeluarkan diskresi atau kebijakan saat kekosongan hukum. Berdasatkan hal tersebut, Ahok pun berani menodong pengembang dengan tambahan kontribusi sebesar 15% x Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) x saleable area pulau reklamasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya