Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai anggota DPR seharusnya menggunakan masa kunjungan kerja atau kunker untuk bertemu konstituennya. Bukan malah tidak pergi, sehingga terjadi kunker fiktif. Kalau tidak, tentu harus ada sanksi yang dijatuhi kepada mereka.
Jusuf Kalla yang akrab dengan sapaan JK mengatakan, setiap wakil rakyat yang melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah harus menjalankan kewajiban, terutama laporan selama perjalanan berlangsung. Mereka harus bertemu langsung dengan bupati dan mendapatkan tanda tangan yang menunjukkan mereka benar-benar melakukan kunjungan kerja.
"Jadi seperti itu, melihat meninjau bertemu masyarakat atau ada fotonya bertemu masyarakat," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Selain itu, menurut JK, para wakil rakyat juga harus membuat laporan hasil kunjungan kerja. Namun, kebanyakan dari anggota DPR malah meminta staf khusus mereka untuk berkunjung sekaligus membuat laporan. Itu pula yang diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK.
"Kedua, hasilnya. Apa yang saya baca dari laporan BPK ini kadang yang buat staf khususnya datang, padahal yang dibutuhkan anggota DPR-nya sendiri," JK menambahkan.
Baca Juga
Advertisement
Menurut JK, datang langsung dalam kunjungan kerja terutama ke daerah pemilihan sebenarnya memiliki manfaat yang lebih besar. Sebab, rakyat melihat langsung keseriusan wakil mereka dan berpeluang memilih lagi saat pemilu. Hanya saja, peluang ini tidak banyak dilihat oleh anggota DPR.
Bagi JK, kabar kunker fiktif ini harus disikapi dengan serius. Anggota DPR yang kedapatan terlibat, harus mendapat sanksi, baik dari fraksi maupun dari DPR.
"Kalau tidak memenuhi itu harus ada sanksinya baik dari fraksinya atau dari DPR sendiri," pungkas JK.
Kunker fiktif anggota DPR yang disebut berpotensi merugikan negara itu diketahui publik setelah beredarnya surat fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berisi keraguan Kesekretariatan Jenderal (Kesekjenan) DPR dalam kunjungan kerja anggota dewan. Kunker itu, diduga menimbulkan potensi kerugian negara mencapai hampir Rp 1 triliun.
Dalam surat Fraksi PDIP bernomor 104/FPDIP/DPR-RI/2016 yang ditandatangani Sekretaris Fraksi Bambang Wuryanto itu berisi:
Atas ketentuan Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 211 ayat (6) dan surat Setjen DPR RI tentang diragukannya keterjadiannya kunjungan kerja perorangan Anggota DPR RI dalam melaksanakan tugasnya, sehingga potensi negara dirugikan Rp 945.465.000.000.
Oleh karenanya kepada Yth Bapak/Ibu anggota Fraksi PDIP DPR RI diharap melengkapi laporannya.