Kemlu: Tidak Ada Tebusan Pembebasan 4 Eks Sandera Abu Sayyaf

Iqbal menyatakan, pembebasan empat ABK ini merupakan buah dari pertemuan trilateral antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina di Yogyakarta.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 14 Mei 2016, 02:10 WIB
Menlu Retno Marsudi berbincang dengan WNI yang disandera Abu Sayyaf di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (13/5). Kapal mereka dibajak saat melintas di perairan sekembali dari Filipina menuju Tarakan, Kaltim. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Empat warga negara Indonesia (WNI) eks sandera Abu Sayyaf di Filipina akhirnya berhasil dibebaskan dan dipulangkan ke Tanah Air hari ini.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal mengatakan, tidak ada tebusan kepada Abu Sayyaf untuk membebaskan empat sandera ini.

"Enggak, enggak ada. Tanya aja langsung ke perusahaan, apakah ada mereka bayar tebusan atau tidak. Yang jelas pemerintah tidak bayar, tanya ke perusahaan, dikonfirmasi apakah ada mereka bayar tebusan apa enggak," tegas Iqbal di Kemlu, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Jumat 13 Mei 2016.

Iqbal menuturkan, setelah proses pemulangan empat ABK ke pihak keluarga, maka proses selanjutnya diserahkan kepada perusahaan, karena kedua belah pihak akan bertemu.

"Akan bertemu untuk memastikan apakah yang harus dilakukan. Yang jelas, dari segi perawatan medis tidak ada lagi yang perlu dirawat. Karena hasil pemeriksaan kesehatan fisik dan kondisi psikologis semuanya dalam keadaan baik," kata dia.

"Dan kita menekankan, tadi pemerintah sudah melaksanakan bagiannya. Sekarang perusahaan sedang menyelesaikan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu pemenuhan hak-haknya (ABK) masing-masing," tegas Iqbal.

Pertemuan Yogyakarta

Iqbal menyatakan, pembebasan empat ABK ini, merupakan buah dari pertemuan trilateral antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina di Yogyakarta pada 5 Mei 2016. Pemerintah RI menjadi inisiator pertemuan di Gedung Agung Yogyakarta itu.

"Kan sudah kemarin pertemuan trilateral, bahkan presiden kan sudah menekankan bahwa ini adalah salah satu bentuk implementasi pertemuan triateral di Yogya," kata dia.

"Jadi tanggal 5 itu pertemuan trilateral, nah tanggal 11 kita sudah bisa mengimplementasikan hasilnya," tegas Iqbal.

Setelah pertemuan trilateral ini, lanjut Iqbal, Pemerintah RI meyakini komunikasi di antara tiga negara akan berjalan baik. Di antaranya dengan pembuatan hotline di masing-masing negara.


"Yang jelas komunikasi akan lebih baik komunikasi di antara tiga negara ini, koordinasi akan lebih baik. Jadi sudah disepakati adanya hotline di masing-masing negara, dan itulah yang bekerja mekanisme itu. Sehingga proses ini bisa berjalan dengan baik," papar dia.

Ke depannya, Iqbal mengatakan, Pemerintah RI belum menentukan lokasi-lokasi rawan yang dilalui kapal Indonesia di perairan negara lain.

"Untuk itu (lokasi rawan) belum ada. Yang jelas untuk kasus di Filipina Selatan kan kita sudah ada mekanisme yang kita sepakati," tutur dia.

Pemenuhan Hak

Iqbal menjelaskan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sempat bertemu khusus dengan perusahaan-perusahaan para ABK ini bekerja. Isinya adalah dalam rangka menekankan untuk pemenuhan hak-hak pekerja mereka.

"Ya, yang pasti (para ABK) masih bekerja. Itu pilihan mereka untuk mau bekerja atau tidak, perusahaan tidak akan mnghentikan mereka," pungkas Iqbal.

Pertemuan trilateral antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina pada Kamis 5 Mei 2016 melahirkan Joint Declaration, dengan empat poin kesepakatan.

Kesepakatan itu adalah adanya Joint Coordinated Patrol antar tiga negara. Lalu masing-masing negara akan memberikan bantuan segera, jika ada seseorang atau kapal yang mengalami distressed atau membutuhkan bantuan.

Ketiga, tiga negara bersepakat membuat National Vocal Point untuk melakukan sharing informasi secara cepat. Terakhir, membuat hotline untuk mempercepat koordinasi dalam merespons kondisi darurat.

"National Vocal Point untuk fasilitasi sharing informasi dalam waktu singkat, dalam menanggapi situasi emergency dan sepakat membuat hotline communication," tukas Menlu Retno usai pertemuan di Gedung Agung Yogyakarta.

Empat WNI eks sandera Abu Sayyaf ini tiba di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma pukul 10.24 WIB. Mereka langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.

Mereka disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf sejak 16 April 2016, saat tengah berada di atas kapal tongkang Christy yang menarik Kapal TB Henry di perairan perbatasan Malaysia-Filipina.

Pengumuman pembebasan mereka dilakukan Presiden Jokowi pada Rabu 11 Mei. Jokowi berterimakasih kepada pemerintah Filipina yang cukup kooperatif dalam membebaskan empat WNI.

"Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah akhirnya empat WNI yang disandera kelompok bersenjata sejak 15 Maret 2016 sudah dibebaskan," ujar Jokowi di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya