Liputan6.com, Bandung: Bom waktu. Ungkapan ini bisa jadi tepat bila dikaitkan dengan keberadaan Lembang, Jawa Barat. Terletak di daerah patahan, wilayah ini terancam gempa besar yang kekuatannya diperkirakan mencapai 6,7 hingga 7 Skala Richter. Siklus gempa patahan itu antara 400 hingga 700 tahun. Gempa terakhir, terjadi 500 tahun silam. Maka, jelas ini bom waktu.
Patahan adalah retakan pada kulit bumi dengan dua sisi bergerak berlainan arah serta berpotensi menimbulkan gempa. Patahan Lembang membentang dalam bentuk bukit di utara Kota Bandung dengan panjang sekitar 22 kilometer. Bahayanya, kini di atasnya berdiri ribuan bangunan.
Patahan Lembang bukan satu-satunya yang aktif di Indonesia. Para peneliti gempa memperkirakan 60 persen wilayah Indonesia termasuk beberapa kota besar berada di wilayah patahan rawan gempa. Patahan Semangko, misalnya, memanjang dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga Lampung sepanjang 1.650 km. Patahan Opak di Bantul, Yogyakarta, diduga kembali aktif akibat kegiatan Gunung Merapi. Patahan Flores di Nusa Tenggara, Patahan Palu, Gorontalo, dan Matano di Sulawesi. Patahan Tarera Audina di Papua.
Dengan kondisi ini, Indonesia tentu membutuhkan peta bahaya gempa. Namun membuat peta ini tidaklah mudah. Karena keterbatasan dana dan data, Indonesia belum memiliki peta ini. Padahal peta bahaya gempa berpotensi menyelamatkan banyak nyawa. Sejauh mana penelitian yang dikembangkan oleh para ahli menyangkut patahan? Bagamiana kesiapan pemerintah menghadapi ancaman bencana ini? Simak selengkapnya dalam Eksis edisi Rabu (11/11).(YNI/SHA)
Patahan adalah retakan pada kulit bumi dengan dua sisi bergerak berlainan arah serta berpotensi menimbulkan gempa. Patahan Lembang membentang dalam bentuk bukit di utara Kota Bandung dengan panjang sekitar 22 kilometer. Bahayanya, kini di atasnya berdiri ribuan bangunan.
Patahan Lembang bukan satu-satunya yang aktif di Indonesia. Para peneliti gempa memperkirakan 60 persen wilayah Indonesia termasuk beberapa kota besar berada di wilayah patahan rawan gempa. Patahan Semangko, misalnya, memanjang dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga Lampung sepanjang 1.650 km. Patahan Opak di Bantul, Yogyakarta, diduga kembali aktif akibat kegiatan Gunung Merapi. Patahan Flores di Nusa Tenggara, Patahan Palu, Gorontalo, dan Matano di Sulawesi. Patahan Tarera Audina di Papua.
Dengan kondisi ini, Indonesia tentu membutuhkan peta bahaya gempa. Namun membuat peta ini tidaklah mudah. Karena keterbatasan dana dan data, Indonesia belum memiliki peta ini. Padahal peta bahaya gempa berpotensi menyelamatkan banyak nyawa. Sejauh mana penelitian yang dikembangkan oleh para ahli menyangkut patahan? Bagamiana kesiapan pemerintah menghadapi ancaman bencana ini? Simak selengkapnya dalam Eksis edisi Rabu (11/11).(YNI/SHA)