Liputan6.com, Jakarta - Aparat Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengungkap sindikat penipuan melalui media sosial Facebook dengan pelaku warga negara Nigeria dan 2 WNI. Para pelaku berhasil mengantungi lebih dari setengah miliar rupiah dari korbannya.
"Otak pelaku seorang pria WN Nigeria berinisial ARC (31), dan 2 perempuan WNI berinisial NM (20) dan RN (43)," ujar Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Suharyanto di kantornya, Jakarta, Senin (16/5/2016).
Melalui pengungkapan kasus ini, Suharyanto mengimbau agar masyarakat waspada dan lebih berhati-hati saat berinteraksi dengan orang tak dikenal di sosial media. Polisi meminta agar masyarakat tidak mudah terkecoh dengan iming-iming uang atau hadiah dari orang yang belum dikenal.
Baca Juga
Advertisement
"Supaya modus-modus seperti ini masyarakat bisa tahu dan mengantisipasi. Jangan terlalu mudah komunikasi, berkenalan dengan orang tak dikenal, dengan diiming-imingi dan mentransfer sesuatu kepada pelaku," tutur dia.
Sejauh ini, baru ada 1 korban berinisial NP (37) yang menjadi korban penipuan komplotan ARC. Suharyanto meminta masyarakat yang pernah menjadi korban penipuan serupa agar melaporkan kejadiannya ke polisi.
Modus Penipuan
Sindikat penipuan yang digawangi WN Nigeria ini memiliki peran masing-masing. ARC berperan membuat akun palsu di media sosial Facebook dan merayu para korbannya dengan mengaku sebagai tentara Amerika Serikat yang bertugas di Afghanistan. Pelaku berjanji akan menikahi korbannya dan mengirimkan sejumlah uang.
Uang senilai US$ 1,5 juta yang dijanjikan kepada korban diklaim telah dikirim melalui seorang agen bernama Mr Max yang mendarat di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali. Korban akan dihubungi oleh petugas bandara begitu paket uang tunai itu sampai.
"Sebenarnya pengiriman uang ini tidak ada. Hanya modus saja, pengirimannya fiktif," ucap Suharyanto.
Sementara pelaku NM berperan sebagai petugas bea cukai di Bandara Ngurah Rai. NM bertugas menghubungi korban dan meminta sejumlah uang sebagai biaya administrasi untuk mengambil dana sebesar US$ 1,5 juta, yang diklaim telah sampai di kantor bea cukai Bandara Ngurah Rai.
Sedangkan pelaku RN bertugas menyediakan sejumlah rekening untuk menampung uang dari korban. Dia juga berperan mengambil uang hasil kejahatan itu dan membaginya sesuai jumlah yang telah mereka sepakati.
"Tersangka ARC sebagai otak pelaku mendapatkan jatah 70 persen dari hasil kejahatannya, NM 20 persen, dan RN 10 persen," terang Suharyanto.
Dari satu korban berinisial NP, para pelaku berhasil meraup uang senilai Rp 650 juta. Uang tersebut kemudian dibagi sesuai dengan perjanjian dan peran mereka. Dalam kasus yang melibatkan WNA ini, polisi masih mendalami apakah ada keterkaitan dengan jaringan penipuan internasional atau tidak.
"Masih kita dalami. Yang jelas, hasil kejahatan sebagian dipergunakan untuk membeli perhiasan. Kalau tersangka ARC ini, begitu mendapatkan uang sesegera langsung dikirim ke negaranya," beber dia.
Dalam penangkapan ini, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa 5 buah KTP, 1 passpor, 3 laptop, 16 ponsel, 10 buku tabungan, 13 kartu ATM, 6 sim card, 1 kalung emas, uang cash US$ 800 dan uang cash 1.000 ringgit.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 378, 326 KUHP, Pasal 28 ayat (1), jo Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Pasal 3, 4, 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.