Liputan6.com, Jakarta - Indonesia ditargetkan menjadi pemain sukuk terbesar di dunia. Pemerintah terus mendorong instrumen pembiayaan sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur di Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, selain dari lembaga keuangan multilateral, pembiayaan untuk menutup defisit anggaran maupun pembangunan infrastruktur dapat memanfaatkan instrumen sukuk bagi Indonesia maupun negara anggota Islamic Development Bank (IDB).
"Instrumen pembiayaan yang berkembang dan paling dominan di Indonesia adalah sukuk atau obligasi syariah. Di mana pemain terbesarnya masih pemerintah," ujar Bambang saat berbincang dengan Liputan6.com di sela-sela Sidang Tahunan IDB di JCC, Selasa (17/5/2016).
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah, sambungnya, telah menerbitkan sukuk untuk menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun. Sukuk yang ditawarkan dalam denominasi Rupiah untuk pasar domestik dan valuta asing (valas), terutama mata uang dolar AS di pasar global. Pemerintah juga mengelola dana haji dalam penerbitan sukuk.
Dalam hal ini, kata Bambang, Indonesia khususnya pihak swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diharapkan lebih berperan aktif memanfaatkan sukuk sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur mereka.
"Kita ingin dorong lagi lebih dalam, sukuk yang memang diarahkan langsung untuk pembiayaan proyek infrastruktur. Jadi tidak lagi sekadar sukuk untuk menutupi defisit, tapi juga diarahkan sukuk untuk pembiayaan proyek," Bambang menjelaskan.
Dalam sambutan Sidang Tahunan IDB, dia mengaku, Indonesia merupakan negara penerbit sukuk terbesar di dunia. Pasalnya, Negara ini sudah menawarkan surat utang syariah ini sejak 2008. Dari catatannya hingga 10 Mei 2016, jumlah penerbitan sukuk mencapai Rp 503 triliun atau setara dengan US$ 38 miliar. Total outstanding sukuk Rp 380 triliun atau US$ 29 miliar.
Kontribusi outstanding sukuk 15 persen dari total pembiayaan pemerintah, baik dalam denominasi rupiah untuk pasar domestik maupun valuta asing (valas) di pasar internasional.
Sejak 2009, penerbitan sukuk negara dalam denominasi dolar AS sebesar US$ 10,15 miliar dan outstanding US$ 9,5 miliar. Data menunjukkan, sukuk yang diterbitkan Maret lalu permintaannya 3,5 kali lebih besar dari target US$ 2,5 miliar, yakni mencapai US$ 8,6 miliar.
"Kita harus menjadi pemain besar dalam hal sukuk. Dengan begitu, kita bisa menambah basis investor terutama investor yang ingin hanya investasi di sukuk, seperti di kawasan Timur Tengah dan beberapa negara Asia yang sudah familiar dengan sukuk. Ujung-ujungnya, cost of fund bisa ditekan lebih murah," terang Bambang.
Dirinya menargetkan semua proyek infrastruktur Indonesia dapat didanai dari sukuk. Karena untuk dibiayai sukuk, sebuah proyek tidak harus memenuhi syarat secara spesifik. Bambang hanya menegaskan, proyek itu harus sudah matang dalam perencanaan dan siap dikerjakan.
"Tidak ada spesifik syarat. Yang penting proyek infrastruktur sudah siap untuk dikerjakan. Jadi bukan proyek yang masih harus pembebasan lahan atau izinnya masih tertinggal. Tapi proyek yang sudah lengkap, free and clear untuk dibiayai dari sukuk," pungkas Bambang.