Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi dan anjloknya harga komoditas dianggap sebagai 'alarm' bagi 57 negara anggota Islamic Development Bank (IDB). Kondisi ini perlu disikapi dengan perbaikan kebijakan yang dapat merangsang pemulihan ekonomi.
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) saat membuka Sidang Tahunan IDB ke-41, mengungkapkan, sebanyak 57 negara anggota IDB masuk kategori penghasil komoditas. Ekspor andalan negara-negara ini adalah komoditas, seperti minyak dan gas (migas).
"Kita negara yang punya kemampuan besar, karena dua pertiga produksi migas dunia berasal dari negara-negara anggotaIDB. Tapi perlambatan ekonomi dan harga komoditas yang lemah tentu memberi dampak besar pada ekonomi masing-masing negara," katanya diJCC, Selasa (17/5/2016) malam.
Baca Juga
Advertisement
Kondisi dan situasi tersebut, lanjut JK sangat berpengaruh pada negara-negara berpendapatan menengah ke bawah seperti negara anggota IDB. Dengan begitu, dibutuhkan strategi dan kerja keras agar masing-masing negara dapat membangkitkan kembali perekonomiannya.
"Karena kondisi ini, kita punya risiko masing-masing. Jadikan ini sebagai wake up call untuk kita bekerjasama dengan baik, mengeluarkan stimulus yang baik dan besar untuk perbaikan ekonomi, serta melakukan reformasi untuk kemajuan itu," JK menjelaskan.
Indonesia, diakuinya, telah bekerja keras mengantisipasi perlambatan ekonomi dan rendahnya harga komoditas. Dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa, sambung JK, Indonesia mengambil kebijakan strategis. Salah satunya menggenjot pembangunan infrastruktur.
"Kita mengutamakan pembangunan infrastruktur, memperbaiki sistem keuangan, mem-promote keuangan yang baik dengan lebih efisien dan bunga lebih murah, memperbaiki biroktasi dalam negeri sehingga menarik investasi masuk, serta menjalin kerjasama perdagangan. Tapi tentu butuh waktu dan punya keuntungan di masa depan," terang JK.