Rezeki dari Kubur untuk Haji Sanu

Kuburan adalah tempat yang tepat untuk mengingat kematian.

oleh Ahmad Yusran diperbarui 18 Mei 2016, 14:31 WIB
Kisah pencari rezeki di kuburan

Liputan6.com, Makassar - Kuburan adalah tempat yang tepat untuk mengingat kematian. Di sanalah, Haji Sanu bersama keluarganya menggantungkan hidup.

Momen-momen jelang Ramadan seperti sekarang ini adalah waktunya mereka meraup rezeki. Semua karena tradisi nyadran, yakni menziarahi kubur orangtua dan kerabat untuk membersihkan makamnya.

Sebagian percaya, nyadran wajib dilakukan sebelum memasuki Bulan Ramadan. Haji Sanu merupakan pembaca doa kubur yang sudah 14 tahun malang-melintang di TPU Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan.

Pria 73 tahun itu memulai kiprahnya memanjatkan doa kubur di makam yang bersebelahan dengan Bandara Sultan Hasanuddin itu sejak 2002.

"Awalnya berjualan kembang, dan usaha itu kini dilanjutkan oleh cucu dan cicit saya dekat pintu masuk TPU Sudiang. Dan anak-anak saya ada juga yang jadi tukang sapu kuburan," kata Haji Sanu kepada Liputan6.com di Makassar, Sulsel, Rabu (18/5/2016).

Kakek 10 cucu itu mengaku, rezeki dari memanjatkan doa di kubur fluktuatif. Namun puncaknya, menurut dia, yakni pada H-3 jelang Ramadan.

"Tidak ada tarif, tapi kita ikhlas membaca dan menerima apa yang diberikan pihak keluarga yang datang menziarahi kubur," tutur dia.

Keliru

Meski menggantungkan rezekinya dari nyadran, si kakek tak sepenuhnya mendukung ritual ini. Dia menilai hal keliru jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu. Khususnya meyakini, masa-masa jelang Ramadan adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar.

"Sudah pasti kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntun hal ziarah kubur dikhususkan jelang Ramadan," ucap Haji Sanu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya