Liputan6.com, Pekanbaru - Sejak awal 2016 hingga sekarang, warga Kota Pekanbaru masih dihantui pemadaman bergilir. Protes yang dilayangkan warga, baik melalui media massa ataupun secara langsung ke PLN, seolah tak didengarkan. Pemadaman masih berlangsung.
Warga kesal karena pemadaman terjadi di saat listrik dibutuhkan. Misalnya sewaktu magrib, di mana warga berencana melaksanakan ibadah, mandi dan makan malam.
"Setiap magrib ataupun kalau malam sudah datang, PLN selalu ngajak berantam. Tiap hari mati lampu, apalagi sekarang tidak ada pemberitahuan," kata warga Pekanbaru, Adi Ardo, Rabu (18/5/2016).
Sebagai warga yang mengaku tidak pernah telat membayar listrik, Adi menyebut antara kewajiban dan hak yang didapatnya tidak seimbang. Pelayanan PLN selalu membuatnya kecewa.
"Kita sudah bayar tidak pernah telat, tapi pelayanan tidak memuaskan. Setiap hari terjadi pemadaman. Coba kalau telat, pasti dicabut meteran listrik," sebut Adi.
Baca Juga
Advertisement
Warga kian kesal karena pemadamannya terjadi hingga tiga kali dalam semalam. Begitu hidup, beberapa menit kemudian mati lagi, dan begitu seterusnya hingga tiga kali.
"TV dan alat pemasak nasi saya sampai rusak. Bahkan lampu di kamar saya sempat korslet karena sering hidup dan padamnya aliran listrik ini," ucap Dessy, warga lainnya.
Sebagai ibu rumah tangga, tugasnya sangat terganggu. Di saat nasi belum masak, listrik sudah padam. Hal ini membuat dirinya dan keluarga terpaksa membeli makanan dari luar.
"Inilah yang kami alami dan sudah sering dilakukan PLN. Dulu, alasannya musim kemarau. Pembangkit listrik kurang daya karena air mengering. Kalau sekarang musim hujan, apalagi alasannya," ucap Dessy.
Sementara itu, Koordinator Investigasi Masyarakat Peduli Listrik (MPL), Ramdani menyebut, tidak seharusnya terjadi pemadaman rutin di Pekanbaru karena Riau sudah memiliki sumber pembangkit listrik, misalnya PLTA Koto Panjang.
"Namun bukan berarti daerah ini bebas dari kegelapan. Buktinya, Bumi Lancang Kuning ini masih 'dihantui' dengan pemadaman bergilir," katanya.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, ternyata pemadaman bergilir di Pekanbaru bukan karena kekurangan pasokan energi.
Ramdani menyatakan, sumber pasokan energi ke kota ini sesungguhnya melebihi kebutuhannya jika didistribusikan sempurna oleh PT PLN.
"Dengan banyaknya pembangkit di Riau, maka seharusnya pasokan energi listriknya melebihi kebutuhan masyarakat. Tetapi karena tidak didistribusikan dengan baik sejak tahun 2011, maka kota ini nyaris menjadi kota hantu. Masa kota yang modern kerap mati lampu secara rutin," jelas Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) itu.
Akibat tidak meratanya distribusi ini, warga Pekanbaru harus membeli genset sendiri untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Padahal umumnya, genset bagi masyarakat di Indonesia dipergunakan di wilayah terisolir yang sama sekali tidak memiliki pasokan listrik.
"Ini kan anomali. Keanomalian di tengah berlebihnya sumber daya listrik," tegas Ramdani.