Liputan6.com, Jakarta Hari ini, Rabu, 18 Mei 2016 diperingati sebagai Hari Museum Internasional. Penetapan ini dibuat oleh International Council Museum pada 18 Mei 1972 dan dilanjutkan hingga kini. Dalam rangka itu serta untuk memperkuat dan mendekatkan museum kepada masyarakat, Museum Nasional Indonesia mengadakan seminar ilmiah bertajuk “Object, Museum, Histories: The Case of Diponegoro” dan peluncuran buku Bitter Spice: Indonesia and Netherlands from 1600 oleh Dr. Harms Stevens dari Rijkmuseum Amsterdam.
Seminar diadakan di Auditorium Gedung B, Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Hadir sebagai pembicara, tiga orang peneliti dari Belanda, yakni Dr. Hams Stevens (Rijkmuseum Amsterdam), Dr Hans Loderichs (Netherlands Institute of Military History) dan William A. Southworth dari School of Asia and Africa Studies dan Rijkmuseum Amsterdam. Acara ini digagas oleh Profesor Peter Carey dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dan Oxford University serta dimoderatori oleh Dr Sadiah Bonstra dari Erasmus Huis. Sebagai pembicara satu-satunya dari Indonesia adalah Saleh As’ad Djamhari, penulis buku Strategi Menjinakkan Diponegoro.
Advertisement
Dalam sambutannya, Kepala Museum Nasional Ibu Intan Mardiana menyatakan pada hari ini pihaknya menggratiskan tiket masuk Museum Nasional kepada para khayalak. Selain itu, secara khusus ia menyampaikan terima kasih atas kerja sama dan bantuan dari Rijkmuseum, sehingga tiga pusaka Diponegoro bisa dikembalikan ke Indonesia pada tahun lalu. Tiga pusaka itu adalah pelana kuda Diponegoro, tongkat Diponegoro yang bernama Kanjeng Kyai Cokro—yang sebenarnya dibuat pada abad ke-16 untuk Sultan Demak, dan tombak Pangeran Diponegoro yang bernama Kanjeng Kyai Rondo.
Profesor Wardiman Djojonegoro yang didaulat untuk membuka acara ini mengatakan bahwa sebenarnya masih ada lagi peninggalan Diponegoro yang berada di Belanda, yakni kekang kuda yang disimpan di Royal Museum, payung Pangeran Diponegoro, dan kerisnya yang bernama Kyai Robo Siluman. Keris ini dulu pernah diketahui disimpan oleh Raden Saleh, tapi keberadaannya kini tidak diketahui.
Profesor Wardiman mendorong munculnya penelitian-penelitian baru tentang Diponegoro dan sejarah lainnya. Sebab, menurut dia, penelitian tentang sang pangeran yang dianggap pemberontak oleh Belanda ini kebanyakan dilakukan oleh orang asing.
Pangeran Diponegoro lahir di Tegalrejo, 11 November 1875. Ia adalah anak dari Sultan Hamengkubowono III tapi sejak kecil diasuh oleh neneknya di luar wilayah Istana. Sang ibu ratu membesarkan Pangeran Diponegoro dalam suasana yang berbaur dengan berbagai lapisan masyarakat dan dekat dengan rakyat. Dari neneknya pula Diponegoro mendalami ilmu agama Islam, sehingga kemudian memicunya untuk mendirikan negara Islam di Jawa dengan dirinya sebagai Ratu Adil.
Pangeran Diponegoro pernah diasingkan di Ungaran, Semarang, Batavia, Manado hingga terakhir di Fort Rotterdam, Makassar. Di Batavia sang pangeran pernah ditahan satu bulan di lantai dua bangunan Museum Sejarah Jakarta. Sementara panglimanya Kyai Mojo beserta para pengiringnya dipenjara di penjara bawah tanah.
Babad Diponegoro yang ditulis oleh sang pangeran sendiri selama dalam pengasingan di Manado pada 1832-1833 telah diakui oleh UNESCO sebagai memory of the world pada 21 Juni 2013. Babad Diponegoro saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Seminar dan pameran pada hari ini di Museum Nasional secara garis besar bertujuan untuk menggambarkan sosok Pangeran Diponegoro secara utuh melalui koleksi-koleksi kesayangannya. Peringatan Internasional Museum Day juga dimaksudkan untuk merumuskan formula bagaimana museum bisa menjadi relevan bagi Indonesia pada hari ini.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6