Review Film Aisyah: Seruan Persaudaraan dari Indonesia Timur

Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara sarat dengan nilai-nilai serta kritik sosial.

oleh Zulfa Ayu Sundari diperbarui 19 Mei 2016, 07:20 WIB
Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara sarat dengan nilai-nilai serta kritik sosial.

Liputan6.com, Jakarta Bulan Mei, adalah bulan pendidikan. Tak heran momen ini kemudian dipilih untuk merilis film-film bertema pendidikan. Setelah MARS di awal bulan, di minggu ketiga Mei ini hadir Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara. Tak hanya pendidikan, film yang disutradarai oleh Herwin Novianto ini juga membawa misi lain soal keragaman dan kondisi di wilayah Indonesia Timur. 

Penonton dibawa memasuki dunia Aisyah (Laudya Chintya Bella), seorang gadis muda dari Ciwidey, Jawa Barat, yang hidup berdua dengan ibunya  (Lidya Kandou). Baru saja menjadi seorang sarjana, Aisyah mendapat tugas untuk menjadi seorang guru SD di sebuah desa terpencil di Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan dengan Timor Leste. Petualangan Aisyah pun dimulai. 

Aisyah, Biarkan Kami Besaudara (YouTube)

Berbeda dengan kampung halamannya yang sejuk, di mana larik-larik kebun teh berdaun rimbun mempercantik sisi jalan, kini ia menghadapi daerah yang berbeda 180 derajat. Tanahnya kerontang dan berdebu, air mesti dicari berkilo-kilo jauhnya oleh penduduk, angin pun tak mampu mengusir panas matahari yang memanggang perbatasan Indonesia dan Timor Leste ini.

Tak hanya kendala geografis, ia pun harus menghadapi tantangan lain yang tak kalah berat. Lordis Defam, salah satu murid yang seharusnya ia ajar, menolaknya mentah-mentah. Awalnya Aisyah tak mengerti mengapa Lordis begitu membencinya, Tapi lama-kelamaan ia tahu bahwa Lordis telah terdoktrin pamannya, dengan anggapan bahwa umat Islam adalah musuh bagi umat Katolik, agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat di tanah ini.

Aisyah, Biarkan Kami Besaudara (YouTube)

Dari sinopsis ini, jelas terlihat bahwa Aisyah Biarkan Kami Bersaudara sarat dengan nilai-nilai serta kritik sosial. Lewat film ini penonton disodorkan dengan kenyataan memprihatinkan yang tengah terjadi di wilayah Timur Indonesia. Bahwa infrastruktur di wilayah ini, mulai dari jalan, pengairan, hingga pendidikan, jauh tertinggal bila dibandingkan daerah lain di Jawa.

Kontras antara tanah Jawa dan Timur Indonesia, terasa benar menjadi kunci dalam film Aisyah. Kedua lokasi film ini ditangkap lewat mata kamera secara cantik, namun sekaligus tetap menghadirkan permasalahan secara eksplisit.

Meski memiliki muatan serius, tak berarti Aisyah Biarkan Kami Bersaudara menjadi film yang tak menghibur. Justru sebaliknya. Terutama lewat karakter Pedro yang dimainkan oleh Arie Kriting. Seperti gemericik air di tengah padang tandus Atambua, karakter kocak ini berhasil menghadirkan kesegaran dalam film Aisyah dengan humor yang terasa pas pada tempatnya. Kehadiran karakter ini pun tak cuma sekadar menjadi comedic relief, ia juga berperan besar dalam plot cerita. 

Rumah produksi Film One Production kembali menyiapkan produksi terbarunya yang bertajuk Aisyah Biarkan Kami Bersaudara.

Selain itu, film ini juga diperkaya dengan kisah cinta antara Aisyah dan Jaya (Ge Pemungkas). Porsinya tak begitu banyak, namun terasa manis. 

Secara garis besar, film ini memberi cambukan bagi pemerintah, dan juga saudara sebangsa. Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara kembali mengingatkan bahwa Indonesia terdiri dari masyarakat majemuk yang kaya akan suku, bangsa, bahasa dan agama. Dan dengan toleransi, perbedaan itu bukan suatu masalah, namun membuat hidup menjadi indah.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya