Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selesai memeriksa Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Sunny Tanuwidjaja. Dia diperiksa di KPK kurang lebih 3 jam.
Saat ditanya soal dugaan barter antara Pemprov DKI Jakarta dan perusahaan pengembang soal pemotongan kontribusi tambahan reklamasi , Sunny mengaku tidak mengetahui dugaan indikasi barter tersebut.
"Tidak tahu saya. Mesti nanya sama orang Pemda ya itu," ujar Sunny di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Baca Juga
Advertisement
Sebuah koran nasional menyebut Ahok meminta PT Agung Podomoro Land membiayai sejumlah proyek di DKI Jakarta. Salah satunya penggusuran Kalijodo. Sebagai imbal balik, Ahok disebut menjanjikan pemotongan kontribusi tambahan kepada PT APL dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta.
KPK tengah melakukan mengkaji dugaan-dugaan lain selain dugaan suap pembahasan raperda yang sudah menjerat 3 orang sebagai tersangka. Salah satunya, soal indikasi barter itu.
"(Indikasi barter) itu satu yang dipelajari," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarief belum lama ini.
Karenanya, lanjut Syarief, KPK pun sudah membuka beberapa penyelidikan baru. Sejumlah penyelidikan baru itu hasil dari pengembangan penyidikan kasus dugaan suap pembahasan raperda yang saat ini terus diusut.
"Saya tegaskan penyidikan (dugaan suap pembahasan raperda) dan penyelidikan sedang berjalan. Ada beberapa (penyelidikan baru)," kata Syarief.
Ahok Tegaskan Tak Ada Barter
Sebelumnya, muncul pemberitaan tentang PT Agung Podomoro Land (APL) yang mengklaim membiayai penggusuran kawasan prostitusi Kalijodo di Penjaringan, Jakarta Utara pada akhir Februari lalu. Menurut Presiden Direktur PT APL, Ariesman Widjaja perusahaannya mengeluarkan dana sebesar Rp 6 miliar atas permintaan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait penggusuran Kalijodo itu.
Uang sebesar itu, kata Ariesman, digunakan untuk mengerahkan 5.000 personel gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja, kepolisian, dan tentara untuk menggusur wilayah yang bersisian dengan Kanal Banjir Barat tersebut.
Pengakuan Ariesman itu disampaikannya kepada penyidik KPK seperti dimuat dalam berita salah satu koran nasional edisi 11 Mei 2016. Dalam pemberitaan disebutkan penyidik menemukan memo atau catatan permintaan Ahok di kantor Ariesman dalam penggeledahan pada 1 April 2016. Ariesman sendiri telah menjadi tersangka kasus dugaan suap pembahasan raperda reklamasi.
Selain memo itu, penyidik disebut juga menemukan perjanjian 12 proyek Pemprov DKI yang dikerjakan APL. Salah satunya membangun rumah susun sewa sederhana di kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat.
"Proyek-proyek itu merupakan kewajiban tambahan yang diminta pemerintah Jakarta atau Gubernur Basuki Tjahaja Purnama," kata Ariesman.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menegaskan tak ada barter antara Pemprov DKI dan para pengembang untuk pemotongan tambahan kontribusi 15 persen dengan imbal balik pengembang menanggung biaya penggusuran.
Menurut Ahok, bila pengembang membangun atau membiayai fasilitas umum seperti rusun dan jalur inspeksi, hal tersebut merupakan kewajiban pengembang bukan barter atau tawar-menawar. Sebab, kewajiban tersebut adalah konsekuensi dari proyek yang mereka bangun di DKI.
"Tidak ada barter gitu," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Kamis malam 12 Mei 2015.
Meski begitu, Ahok mengakui pihaknya memiliki perjanjian kerja sama dengan 4 pengembang yakni PT Agung Podomoro Land (APL) PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Jakarta Properti Indonesia, dan PT Intiland.
Ahok kembali menegaskan, perjanjian kontribusi tambahan 15 persen itu tak ada hubungannya dengan biaya penggusuran Kalijodo. Melainkan untuk membiayai megaproyek tanggul raksasa atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).
"Kalau istilahnya saya enggak minta (kontribusi tambahan) 15 persen dari pulau (reklamasi), duit dari mana nanti bangun NCICD? Nah itu yang bikin Pak Jokowi yakin (setuju dengan tambahan kontribusi)," kata Ahok.
Advertisement