Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) mengungkapkan kekecewaannya pada pemerintah yang dinilai plin-plan dalam merumuskan kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk ponsel 4G.
Kekecewaan ini bermula saat pemerintah menyodorkan lima (5) skema penerapan TKDN 30 persen kepada para vendor. Kelima opsi tersebut dinilai tak adil dan merugikan bagi para vendor ponsel.
Adapun kelima opsi ini antara lain: (1) 100 persen hardware, (2) 100 persen software, (3) 25 persen software-75 persen hardware, (4) 75 persen software-25 persen hardware, dan (5) 50 persen software-50 persen hardware.
Baca Juga
Advertisement
Wakil Ketua AIPTI, Lee Kang Hyun, mengatakan apabila diminta memilih, semua vendor pasti akan mengambil opsi 100 persen software. Hal ini demikian karena investasi pabrik software lebih murah dibandingkan hardware.
Sementara, sebagian vendor ponsel telah menghabiskan investasi besar untuk membangun pabrik hardware.
"Investasi pabrik software sekitar US$ 2 juta, sedangkan pabrik hardware US$ 20 juta. Kalau disuruh pilih, pasti saya ambil opsi pabrik software 100 persen," ujar Kang Hyun, ditemui usai acara Indonesia LTE 2016, Rabu (18/5/2016).
Ia menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai plin-plan dalam menentukan sikap. Apalagi, sudah ada 12 vendor ponsel yang memiliki pabrik di Indonesia demi menaati aturan pemerintah.
"Kami ingin opsi 100 persen software dihilangkan. Kalau skema itu masih ada, ini gak fair buat kami. Sekarang beberapa vendor ponsel mengurungkan niatnya untuk membangun pabrik di sini," imbuhnya.
Tuntut Pemerintah
Kang Hyun mengaku bahwa AIPTI bakal menggungat pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila kebijakan dengan skema tersebut disahkan.
"Kami yang sudah memiliki pabrik di sini, akan menggunggat pemerintah jika aturannya keluar. Kami sudah mengikuti aturan sejak awal. Kalau jadi (aturannya), kami bisa rugi 100 persen," jelas Kang Hyun.
Ia bahkan menyebut bahwa Menkominfo, Rudiantara, tak paham betul soal kebijakan ini. Menurutnya, kebijakan ini tak hanya menyangkut cost buruh atau sewa tanah.
"Cost (produksi) di sini jadi lebih tinggi daripada impor karena Indonesia belum punya pabrik komponen. Saya jelaskan ini, Pak Rudiantara kurang mengerti. Dia malah bilang 'kalau itu bikin murah aja'," keluhnya.
Selama aturan TKDN seperti ini, kata Kang Hyun, tidak akan ada vendor yang mau berinvestasi di Indonesia.
"Kalau TKDN (arahnya) belok, sampai kapan pun tidak akan jalan. Cost bikin (ponsel) di Indonesia akan lebih tinggi. Saya bilang demikian, Pak Rudiantara malah bilang, 'kenapa cost-nya lebih tinggi? Kalian bikin jadi murah aja'," tutupnya.
(Cas/Isk)