Liputan6.com, London - Bakteri yang resisten terhadap antibiotik atau dijuluki dengan Superbugs, diperkirakan akan membunuh satu orang setiap tiga detik pada 2050 jika dunia tak bertindak dari sekarang.
Berdasarkan ulasan di Review on Antrimicrobial Resistance yang memulai kajiannya pada pertengahan 2014, lebih dari 1 juta orang meninggal akibat infeksi bakteri tersebut.
Masalah yang mendasari hal tersebut adalah kita belum maksimal dalam mengembangkan penemuan antibiotik baru dan masih menggunakan antibiotik secara tak rasional.
Menurut ulasan tersebut, situasinya akan semakin buruk dengan perkiraan 10 juta orang akan meninggal setiap tahunnya dari resistensi antimikroba (AMR) pada 2050.
Dikutip dari BBC, Kamis (19/5/2016), diperkirakan diperlukan biaya hingga US$ 100 triliun atau Rp 1,352 juta triliun untuk mengatasinya.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan ulasan tersebut, kebutuhan itu dapat dicapai dengan memotong sedikit anggaran kesehatan negara atau dari pajak tambahan perusahaan farmasi yang tidak berinvestasi pada penelitian antibiotik.
"Kami butuh menginformasikan hal ini dengan cara yang berbeda ke seluruh dunia, mengapa sangat penting untuk tidak menggunakan antibiotik seperti mengonsumsi permen," ujar ekonom yang memimpin ulasan tersebut, Lord Jim O'Neil, kepada BBC.
"Kami telah membuat beberapa rekomendasi menantang untuk mengajak semua orang keluar dari zona nyaman, karena jika tidak dilakukan maka kita tak bisa mengatasi masalah ini," tambahnya.
Jika bakteri yang resisten terhadap antibiotik semakin meluas sedangkan antibiotik baru tak ditemukan, maka prosedur kesehatan yang membutuhkan obat tersebut, seperti operasi usus buntu atau melahirkan, akan dapat dengan mudah membunuh akibat infeksi.
Hal itu tampak seperti cerita novel sci-fi, namun diduga dunia akan menghadapi era di mana tak ada lagi antibiotik yang dapat mengobati infeksi.
Seorang perempuan bernama Emily Morris, menderita infeksi saluran kemih dan tak mempan dengan pengobatan antibiotik biasa.
"Aku telah berjuang dengan resistensi terhadap antibiotik selama 8 tahun...sudah jelas bahwa kita membutuhkan antibiotik jenis baru," ujar Morris.
Kritik Antibiotik
Mendorong industri farmasi untuk membuat antibiotik baru telah menjadi masalah lama. Faktanya, tak ada kelas antibiotik baru yang ditemukan sejak 1980-an.
Antibiotik jenis baru akan disimpan di dalam rak dan akan digunakan pada saat darurat sehingga perusahaan farmasi tak pernah membuatnya menjadi penelitian besar.
Lord O'Neill juga mengkritik kegiatan pertanian yang menggunakan antibiotik untuk meningkatkan pertumbuhan hewan ternak, bukan untuk mengobati infeksi hewan.
Di Amerika Serikat, 70 persen antibiotik (diukur berdasarkan berat) digunakan untuk hewan.
Ia juga mengkritik pada kurangnya uji pada pasien, yang menunjukkan apakah penyakitnya disebabkan karena bakteri atau penyebab lain. Pasalnya, ia melihat banyak kasus di mana penyakit yang disebabkan oleh virus justru diberi antibiotik.
"Aku merasa heran masih banyak dokter yang meresepkan antibiotik berdasarkan penilaian langsung dari gejala pasien, seperti yang mereka lakukan ketika antibiotik digunakan secara umum pada 1950-an," ujar Lord O'Neill.