Liputan6.com, Takalar - Pena sejarah telah mencatat ketangguhan pelaut Bugis dan Makassar menaklukkan samudera. Namun banyak pihak tak mengetahui di balik ketangguhan para pelaut asal Sulawesi Selatan atau Sulsel tersebut.
Di balik ketangguhannya, ternyata ada sebuah ritual khusus yakni Patorani semacam upacara keselamatan pelaut. Ritual tersebut merupakan cerminan keyakinan yang telah terwariskan secara turun-temurun bagi para pelaut Bugis dan Makassar ketika ingin mengarungi lautan luas demi mencari kehidupan.
Di antaranya yang telah dilakoni hingga kini oleh nelayan di Kabupaten Takalar, Sulsel, saat mencari telur ikan terbang yang letaknya di tengah lautan lepas.
Patorani diambil dari kata 'Tobarani' yang artinya pemberani. Sejarahnya, para pemberani atau disebut dalam bahasa Makassar dengan sebutan 'Tubaraniyya' asal Kerajaan Galesong, Takalar, Sulsel yang merupakan laskar pemberani utusan Kerajaan Galesong untuk bertempur melawan Belanda saat itu.
Laskar tersebut menyokong Trunojoyo, menantu Sultan Agung dari Kerajaan Mataram, yang berjuang melawan Belanda di kawasan Tuban, Jawa Timur dalam rentang tahun 1674-1679.
Baca Juga
Advertisement
Nah, Laskar Tubaraniyya ini pula diyakini yang pertama kali menyaksikan kerumunan ikan bersayap dan terbang atau suku Makassar menyebutnya ikan tuing-tuing. Agar dapat menangkap ikan-ikan bersayap dan terbang tersebut dalam jumlah banyak, mereka mencari cara dengan menggunakan peralatan sederhana.
Tak kalah penting adalah mempertahankan ritual Patorani yang menunjukkan kearifan lokal sebagai warisan leluhur sebelum berangkat ke laut lepas.
"Itu ritual wajib yang sudah sejak lama dipelihara oleh kami para pelaut atau nelayan di sini yang merupakan warisan nenek moyang kita," ucap Daeng Narang, seorang nelayan di Galesong, Takalar, Sulsel, Jumat (20/5/2016).
Tak hanya itu, menurut lelaki berusia 62 tahun tersebut, tujuannya juga jelas sebagai panjatan doa keselamatan kepada Sang Khalik atau Tuhan sebelum mereka berangkat beraktivitas di laut lepas mencari rezeki seperti memburu telur ikan terbang tuing-tuing.
Berdasarkan data yang dihimpun Liputan6.com, berikut rangkaian ritual yang dijalani pelaut Bugis-Makassar seperti yang masih dilakukan oleh nelayan Galesong, Takalar, sebelum berangkat mengarungi laut lepas.
Pertama, Accini Allo atau menentukan hari atau waktu yang baik. Di sini diadakan musyawarah dengan para tokoh adat dan para Patorani, dalam rangka menentukan waktu yang tepat sebelum melaut. Pada prosesi ini para nakhoda kapal atau punggawa, bermusyawarah dengan para kru kapal alias sawi yang dituntun sesepuh adat atau pinati.
Kedua, Annisi atau mempersiapkan alat tangkap. Para Patorani Galesong selanjutnya menarik kapal ke laut (Abbeso' Biseang) untuk mempersiapkan segala peralatan penangkap ikan terbang selama sepekan lamanya.
Ketiga, Apparada atau pengecatan Kapal). Mengecat kapal agar terlihat lebih terang dan lebih bersih, yang merupakan bagianritual berikutnya. Ritual pengecatan kapal disebut dengan kalimat Apparada. Prosesi Apparada, diikuti dengan pengambilan dan menyiapkan daun kelapa (Angngalle Leko' Kaluku) lalu daun-daun kelapa tersebut akan digunakan sebagai pembungkus ikan-ikan terbang (Juku' Tuing-Tuing) yang telah didapatkan.
Keempat, Appanai' Pakkajang atau mengisi kapal dengan perbekalan. Di sini para Patorani dibantu dengan para keluarga atau kerabat menaikkan perbekalan untuk mencari ikan terbang.
Kelima, Appanaung Rije'ne atau melarung sesajen. Ritual inti dari prosesi secara keseluruhan adat Patorani yaitu melarung sesajen yang diikuti nyanyian lagu daerah Makassar. Mereka sembari mendorong kapal-kapal nelayan para Patorani, menuju laut lepas.
Terakhir, Appassili atau berdoa bersama. Setelah prosesi melarung sesajen dilaksanakan telah usai, maka keseluruhan ritual laut ini selanjutnya dilepas (A'lappasa') atau pelepasan para nelayan Patorani.
Pihak yang melepas adalah keluarga dan kerabat dengan lambaian tangan yang diiringi dengan doa, semangat dan harapan yang diperuntukkan bagi para nelayan Patorani. Harapannya agar memperoleh keberkahan dan keselamatan.