Kisah Yusril di Cendana, Tulis Pidato Pengunduran Diri Soeharto

Sehari sebelum Soeharto lengser, pada 20 Mei 1998, Yusril menginap di Cendana dan menyaksikan tegangnya suasana.

oleh Sunariyah diperbarui 21 Mei 2016, 08:41 WIB
Pada 20 Mei 1998, Yusril menginap di Cendana, kediaman Soeharto.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah memerintah selama 32 tahun, Soeharto akhirnya menyatakan mundur dari jabatannya sebagai presiden RI. Kejadian itu berlangsung pada 21 Mei 1998. Di balik pengunduran diri itu, tersimpan kisah menegangkan antara Yusril Ihza Mahendra dengan Soeharto.

Yusril menjadi saksi lengsernya Soeharto karena dirinya yang menyusun teks pengunduran diri sang presiden.

Soal menulis teks pidato, Yusril mengaku diajarkan Profesor Usman Ralibi, seorang pakar komunikasi politik yang mengajar mata kuliah propaganda politik.

Dikutip dari Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (21/5/2016), Yusril pun menceritakan detik-detik jatuhnya Soeharto. Pada 20 Mei 1998, Yusril menginap di Cendana, kediaman Soeharto karena Bapak Pembangunan itu membutuhkan pendapatnya.

Malam itu ketegangan menyelimuti rumah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Soeharto gelisah pada malam menjelang kejatuhannya.

"Ya sudah, kalau begitu saya mundur saja besok. Kamu urus bagaimana cara saya berhenti," kata Yusril menirukan ucapan Soeharto kepadanya ketika itu.

Yusril dan rekan-rekannya pun menggelar rapat malam itu juga untuk membuat skenario pengunduran diri Soeharto. Yusril sendiri yang menulis naskah pidato pengunduran diri Soeharto.

Soeharto memilih kata "berhenti" ketimbang "mengundurkan diri". Jika Soeharto menyampaikan "mundur" sebagai presiden kepada MPR, lalu MPR menolak pengunduran dirinya, situasi akan jadi rumit.

"Kondisi selanjutnya tak terprediksi," ujar Yusril.


Pilih Kata Berhenti

Maka demi keamanan, termasuk dari sisi hukum, Soeharto menyatakan secara sepihak "berhenti" dari jabatan sebagai Presiden RI.

Namun Soeharto merasa ada yang kurang dengan teks pidato yang disusun Yusril dan lainnya. Saat berangkat ke Istana dari Cendana keesokan harinya pada 21 Mei 1998, Soeharto meminta Yusril menambahkan kalimat di naskah pidatonya dengan "kabinet dinyatakan demisioner".

Artinya, kabinet tak lagi punya kekuasaan, tapi tetap bekerja sampai terbentuknya kabinet baru di bawah presiden yang baru.

Namun permintaan Soeharto itu tak ditanggapi Yusril. Yusril ragu. Sebab menurut Yusril, BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden bisa menggantikan Soeharto meneruskan memimpin kabinet.

Namun Soeharto berkeras. "Kalau tak mau tulis 'demisioner', sini saya sendiri yang tulis," kata Yusril mengulang ucapan Soeharto kala itu.

Soeharto kemudian merebut pulpen dari tangan Yusril dan menulis tambahan kalimat di naskah pidatonya, baru bergegas pergi ke Istana.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya