Liputan6.com, Surabaya - Berdasarkan data Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak Universitas Muhammadiyah, Sidoarjo, Jawa Timur, terdapat 298 kasus kekerasan terhadap anak yang didapat sepanjang Januari hingga Mei 2016.
Sebanyak 298 kasus tersebut rinciannya adalah 170 kasus kejahatan seksual disertai kekerasan, 71 kasus penganiayaan, 40 kasus pencabulan, sembilan kasus anak dibawa lari, satu kasus pengeroyokan, dan satu kasus eksploitasi anak.
Ketua Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Nuning Rodiyah menyatakan bahwa banyak predator anak yang berkeliaran, sehingga Jawa Timur mengalami darurat kejahatan seksual.
Itu karena kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak, serta kasus pencabulan semakin merajalalela. Dan, selama ini belum mendapatkan penanganan yang baik dari pemerintah, sehingga korban mengalami trauma yang mendalam.
"Berdasarkan fakta dan data semakin tingginya tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur," ucap Nuning di Surabaya, Jumat 20 Mei 2016.
"Fenomena ini seperti gunung es, ratusan kasus telah terungkap dan banyak kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang belum ditangani, maka Jawa Timur sedang dalam kondisi darurat kejahatan seksual," Nuning menambahkan.
Baca Juga
Advertisement
Nuning juga menyinggung kasus terbaru yang terjadi di Kediri dengan pelaku Sony Sandra (63) yang telah melakukan pencabulan terhadap 58 anak di bawah umur. Terdakwa diganjar hukuman sembilan tahun dan denda Rp 250 juta oleh Pengadilan Negeri Kota Kediri.
Banyak faktor yang melatarbelakangi kasus kekerasan, di antaranya maraknya pornografi, masalah ekonomi dan arus globalisasi yang tidak terbendung.
"Faktor ekonomi, faktor sistem, faktor budaya dan yang paling dominan adalah globalisasi," tutur Nuning.
Nuning berharap agar aparat hukum bertindak maksimal dalam menangani kasus kekerasan seksual. Pelaku juga harus mendapatkan hukuman maksimal seperti kebiri, dan ancaman seumur hidup agar menimbulkan efek jera.
"Aparat penegak hukum harus menuntut pelaku tindak kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak dengan hukuman maksimal. Kedua, agar aparat penegak hukum memprioritaskan penanganan atas kasus tindak kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak," kata Nuning.
Nuning juga berharap agar Pemprov Jatim berperan aktif agar kekerasan seksual dapat dicegah.
Pemprov Jatim juga harus membentuk Satgas Pencegahan dan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. "Komponen masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan lainnya agar bersinergi dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujar Nuning.