Liputan6.com, Jakarta - Demo besar digelar para nelayan dari kawasan Teluk Banten ke kantor Gubernur Banten. Mereka memprotes penambangan pasir laut yang masih saja berjalan. Penambangan pasir laut selain mengurangi hasil tangkapan nelayan, juga dianggap merusak lingkungan.
Perwakilan nelayan yang bertemu perwakilan Gubenur akhirnya mendapatkan jawaban.
Polemik penambangan pasir laut itu bermula dari kegeraman warga Desa Lontar atas beroperasinya kapal penambang pasir tak jauh dari bibir pantai desa mereka sejak beberapa tahun silam.
Bersama kapal-kapal, mereka sesekali para nelayan bergerak mendekat mengusir kapal penambang pasir. Di sekitar area penyedotan pasir dalam skala besar ini air laut nampak tak lagi jernih
Kekesalan warga sekitar Teluk Banten terdengar sampai ke perwakilan rakyat di Jakarta. Komisi IV DPR RI menyambangi warga desa Lontar dan desa Domas, 2 desa yang dekat dengan lokasi penambangan. Saat itu kapal tambang pasir jelas-jelas tengah beroperasi.
Pulau Tunda. Pulau ini juga terletak di kawasan Teluk Banten. Kawasan yang juga terdampak penambangan pasir laut. Kegiatan penambangan pasir di sekitar Pulau Tunda menjadi pilihan yang amat sulit bagi para nelayan dan warga desa.
Ada kompensasi yang ditawarkan. Warga di Pulau Tunda yang berjumlah 1.502 orang diberikan kompensasi uang oleh pihak perusahaan penambang pasir laut. Sejumlah kemajuan lain yang berdampak juga dirasakan warga. Walau kekhawatiran tetap membelit benak mereka.
Pulau Tunda sebenarnya dikenal sebagai lokasi wisata. Keindahan alam lautnya menarik wisatawan. Kehadiran penambangan pasir laut menimbulkan tanda tanya bagi masa depan alam laut kawasan ini.
Untuk melihat seberapa besar kerusakan yang terjadi di laut sekitar Pulau Tunda, tim Sigi Investigasi coba menyelam agar dapat menyaksikan dari dekat. Terumbu karang sebagian hancur, yang tentunya berpengaruh besar terhadap kehidupan biota laut.
Baca Juga
Advertisement
Sore hari para nelayan di kawasan Teluk Banten pergi melaut. Tebar jaring di kantong-kantong ikan di tengah laut berharap mendapat hasil yang maksimal untuk dibawa pulang.
Sampai tengah malam, hanya beberapa ekor rajungan ukuran kecil yang nyangkut di jala mereka. Yang menyedihkan, hasil tangkapan melaut semalaman hanya dihargai beberapa puluh ribu rupiah saja.
Ini hanyalah sekelumit kisah getir nelayan di desa Lontar yang terletak di pesisir pantai Teluk Banten. Warga di desa ini sebagian besar mencari nafkah sebagai nelayan.
Seretnya hasil laut diduga imbas dari kedatangan kapal penambang pasir laut Queen of The Netherlands ke kawasan ini.
Tim Sigi beruntung bisa melihat langsung operasi penambangan pasir laut. Dibantu nelayan, kami berlayar mendekati kapal Queen of The Netherland yang tengah menghisap pasir laut. Sejak siang sampai malam hari kapal beroperasi tanpa henti.
Efek penambangan pasir laut juga sangat terasa di desa Domas, desa yang bersebelahan dengan desa Lontar. Sejumlah tambak ikan dengan luas puluhan hektare hancur terkena abrasi pantai.
Badan lingkungan hidup Provinsi Banten membantah penambangan pasir laut menyebabkan abrasi pantai. Pihak Pemprov pun yakin abrasi pantai lebih disebabkan faktor alam.
Protes para nelayan memang sudah direspons Pemprov Banten. Penambangan pasir laut dihentikan sementara. Namun, adakah jaminan penambangan pasir laut di Teluk Banten akan dihentikan selamanya?
Saksikan selengkapnya dalam tayangan Sigi Investigasi SCTV edisi Minggu (22/5/2016), di bawah ini.