Liputan6.com, Jakarta - Sejak musibah jatuhnya pesawat Adam Air pada 1 Januari 2007, industri penerbangan nasional terus menerus didera kecelakaan pesawat. Peristiwa terakhir yang menyedot perhatian publik adalah tragedi tabrakan pesawat Batik Air dan Trans Nusa serta salah terminal oleh Lion Air maupun AirAsia.
Kasus tersebut diakui Pengamat Penerbangan,DudySudibyo semakin mencoreng citra industri penerbangan nasional di mata dunia. Dengan rentetan tragedi tersebut sangat sulit bagi Indonesia untuk naik peringkat di kategori bintang 1 berdasarkan acuan FederalAviationAdministration (FAA) danInternationalCivilAviationOrganization (ICAO).
Baca Juga
Advertisement
"Memang kita sudah lama berada di peringkat atau kategori II dari FAA. Artinya kita belum memenuhi standar keamanan dan keselamatan dari ICAO dan FAA. Apalagi dengan kejadian akhir-akhir ini, saya rasa sulit bisa menaikkan peringkat sesuai target pemerintah," tegasnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (23/5/2016).
Dudy menjelaskan, industri penerbangan nasional dihantam musibah bertubi-tubi sejak kasus jatuhnya pesawat Adam Air di Kepulauan Majene pada 2007 silam. Industri penerbangan Indonesia, katanya, semakin terpuruk hingga peristiwa terakhir kasus senggolan pesawat di bandara dan salah antar penumpang internasional.
"Pertumbuhan industri penerbangan sangat cepat. Sayangnya, kita hanya melihat dari jumlah penumpang yang banyak, tapi tidak diimbangi dengan penambahan jumlah sumber daya manusia, pelaksanaan aturan tegas, sistem yang handal, dan infrastruktur krusial lainnya. Percuma bandara bagus, kalau keamanan dan keselamatan penumpang buruk," kata Dudy.
Menurutnya, Indonesia sudah cukup baik dalam pembenahan regulasi penerbangan. Namun implementasinya masih jauh dari harapan. Penegakkan hukum atas pelanggaran yang dilakukan maskapai penerbangan pun kurang maksimal.
"Airlines, regulator maupun pengelola bandara serta pihak-pihak terkait harus disiplin dalam menjalankan aturan dan SOP. Jangan sampai kesalahan seperti salah terminal atau kecelakaan lainnya terjadi lagi. Kalau begitu terus, maskapai penerbangan kita pasti di kategori II FAA, artinya masih di bawah standar," terang Dudy.