Kenakan Sari, Dua Model Transgender India Mencuri Perhatian

Koleksi pakaian tradisional perempuan India yang disebut Mazhavil atau pelangi itu didedikasikan untuk seluruh transgender di dunia.

oleh Nurul Basmalah diperbarui 23 Mei 2016, 16:11 WIB
Koleksi pakaian tradisional perempuan India yang disebut 'Mazhavil' atau pelangi itu didedikasikan untuk seluruh transgender di dunia.

Liputan6.com, New Delhi - Dalam sebuah mahakarya, seorang desainer asal negara bagian selatan India, Karela, meluncurkan koleksi kain sari terbarunya. Peluncuran itu dimeriahkan dengan kehadiran dua model transgender.

Dikutip dari BBC, Senin (23/5/2016), koleksi pakaian tradisional perempuan India yang diciptakan oleh Sharmila Nair itu disebut Mazhavil atau pelangi--didedikasikan untuk para waria di seluruh dunia.

Model yang dipilih oleh Nair untuk memamerkan busana terbarunya, Maya Menon dan Gowri Savitri, menarik perhatian banyak kalangan. Karena India merupakan negara di mana trasngender dipandang rendah oleh masyarakat, kebanyakan dari mereka dijauhi bahkan dilecehkan.

Kedua model yang ikut serta dalam peluncuran koleksi terbaru Nair itu adalah anggota komunitas LGBT (Lesbian, gay, biseksual dan transgender) di Kerala.

"Kami belum pernah memperagakan apa pun sebelumnya," kata model transgender itu.

Keputusan untuk menggunakan jasa model transgender dalam peluncuran koleksi handloom sari-nya, merupakan suatu bentuk kepedulian Nair untuk mendukung program baru pemerintah India -- berkaitan dengan kelayakan hidup kaum LGBT.

Koleksi pakaian tradisional perempuan India yang disebut 'Mazhavil' atau pelangi itu didedikasikan untuk seluruh transgender di dunia (Fijoy Joseph/BBC).

"Aku berpikir, pemerintah sudah melakukan banyak hal untuk mereka. Kini giliranku untuk melakukan sesuatu," kata Nair.

Perancang busana itu mengatakan, dia mempunyai dua kriteria dalam pemilihan model untuk busananya, yakni mereka suka menggunakan sari dan nyaman berada di depan kamera.

"Maya dan Gowri adalah transgender pria yang ingin menjadi wanita. Mereka datang ke studio dengan menggunakan pakaian pria. Mereka terlihat mempesona menggunakan sari," kata desainer berusia 25 tahun itu.

Perancang busana itu juga mengatakan, kedua model transgender itu merupakan lulusan sebuah perguruan tinggi. Namun, mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan akibat adanya pengucilan bagi para waria.

"Sekarang mereka berusia 29 tahun, hanya bisa bekerja sebagai penghibur acara pernikahan, kelahiran anak, mengamen, dan prostitusi," kata Nair.

Koleksi pakaian tradisional perempuan India yang disebut 'Mazhavil' atau pelangi itu didedikasikan untuk seluruh transgender di dunia (Fijay Joseph/BBC).

Hal tersebut dianggap Nair menjadi tanggung jawabnya untuk memberikan mereka kesempatan agar dapat diakui dan mendapat pekerjaan yang layak.

Sari produksi Nair sudah sejak tujuan bulan lalu dilempar ke pasaran dengan dengan label Red Lotus. Nama label itu terinspirasi dari mitos yang beredar di daerah tempat suaminya, Tamil -- yang mengatakan serat bunga teratai merah digunakan untuk menenun pakaian dewa dan dewi.

Koleksi pakaian tradisional dengan warna cerah yang digunakan oleh model 'tak biasa' itu, telah menarik perhatian dan mendapatkan sambutan hangat di India dan luar negeri.

Sari yang dibuat oleh penenun di desa kecil di kabupaten Hubli itu, dijual dengan harga US$ 23 atau Rp 313 ribu hingga US$ 38 atau Rp 500 ribu.

"Dalam dua minggu terakhir, kami menjual lebih dari 100 sari. Selain di India, kami juga mendapatkan pesanan dari Inggris, Singapura, Australia dan AS," kata Nair.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya