Cara Kemendag Cegah Aksi Pencucian Uang Lewat Komoditi Berjangka

Dewasa ini produk, aktivitas, dan teknologi informasi di bidang perdagangan berjangka berkembang semakin kompleks.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Mei 2016, 17:17 WIB
Petugas merapikan uang di Kantor Kas Bank Mandiri, Jakarta, Senin (4/1/2016). Nasib rupiah di tahun 2016 sulit menguat di tengah tingginya permintaan dollar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Guna mencegah masuknya uang hasil tindak kejahatan pencucian uang (money laundering) ke dalam industri Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan aturan.

Aturan berupa Peraturan Kepala (Perka) Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal Nasabah oleh Pialang Berjangka (Customer Due Diligence/CDD). Perka tersebut ditetapkan oleh Kepala Bappebti pada 18 Mei 2016.

Kepala Bappebti Bachrul Chairi mengatakan, ‎Perka Bappebti ini dibuat dengan mengadopsi rekomendasi dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), dikenal juga sebagai Rekomendasi 40+9 FATF. Rekomendasi tersebut menjadi acuan standar internasional dalam upaya Anti Pencucian Uang (APU) serta mendukung upaya Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT).

"Selama ini Bappebti telah menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer), namun perlu disesuaikan dengan standar internasional yang lebih komprehensif dalam mendukung upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme,” ujar dia di Jakarta, Senin (23/5/2016).


Bachrul mengungkapkan, dengan peranan Pialang Berjangka dalam menerapkan Program APU dan PPT yang optimal dan efektif, diharapkan dapat mengurangi atau mencegah perdagangan berjangka sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Dewasa ini produk, aktivitas, dan teknologi informasi di bidang perdagangan berjangka berkembang semakin kompleks.

"Seiring dengan hal tersebut, muncul kekhawatiran meningkatnya peluang produk-produk perdagangan berjangka dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak kejahatan," kata dia.

Bachrul menjelaskan, ada beberapa pokok peraturan yang diperkenalkan di Perka Bappebti Nomor 2 tahun 2016. Pertama, penggunaan istilah Customer Due Diligence (CDD) untuk menyempurnakan Prinsip Mengenal Nasabah dalam identifikasi, verifikasi, dan pemantauan nasabah.

Kedua, kewajiban pialang berjangka untuk menyusun, memastikan, menerapkan, dan mematuhi pedoman ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah. Ketiga, penggunaan pendekatan berdasarkan risiko (risk-based approach) dalam penerapan Program APU dan PPT, sehingga terdapat aturan CDD untuk area berisiko tinggi, politically exposed persons, nasabah berisiko rendah, menengah, dan tinggi.

Dengan penetapan Perka Bappebti ini, Bachrul mengimbau agar seluruh pialang berjangka mengimplementasikan seluruh ketentuan yang ada dalam Perka. Pialang berjangka yang tidak patuh terhadap Perka Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 ini dapat dikenakan sanksi administratif oleh Bappebti.

Sedangkan jika pialang berjangka tidak melaporkan Transaksi Keuangan yang Mencurigakan (TKM), maka akan dikenakan sanksi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Bachrul menyatakan, pihaknya akan segera melakukan sosialisasi bersama dengan PPATK sebagai persiapan dalam rangka penilaian oleh FATF kepada penyedia jasa keuangan di bidang perdagangan berjangka komoditi pada Juni 2017.

"Hal ini merupakan komitmen industri perdagangan berjangka agar bebas dari pencucian uang dan pendanaan terorisme, yang pada akhirnya akan mendukung iklim investasi Indonesia di mata dunia," tandas Bachrul. (Dny/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya