Liputan6.com, Washington DC - Menjulang, tampak megah, dengan baju formal kaku berkerah tinggi -- itu merupakan ciri khas penampilan Presiden ke-15 Amerika Serikat, James Buchanan.
Sejumlah orang menyebut, ia adalah salah satu presiden terburuk dalam sejarah Amerika Serikat, yang memimpin Negeri Paman Sam jelang Perang Saudara. Namun, Buchanan lebih diingat karena kehidupan pribadinya.
Dikutip dari History, Selasa (24/5/2016), pria yang menjabat sebagai Presiden AS pada periode 1857 hingga 1861 itu adalah satu-satunya pemimpin yang tak pernah menikah.
James Buchanan lahir pada 23 April 1791, di Cove Gap, Pennsylvania. Ia menempuh pendidikan di Dickinson College, Carlisle, dan melanjutkan studinya dalam bidang hukum di Lancaster.
Ia memulai karir politiknya sebagai legislatif negara bagian asalnya, Pennsylvania. Pada 1820 Buchanan terpilih ke US House of Representatives dan di Kongres ia bergabung dengan Partai Demokrat.
Baca Juga
Advertisement
Pada 1819, sebenarnya ia telah bertunangan dengan Ann Coleman, seorang anak pengusaha sukses asal Pennsylvania. Namun di tahun yang sama, pernikahan itu dibatalkan.
Ketika Coleman meninggal secara tiba-tiba, beredar rumor bahwa kematiannya disebabkan karena bunuh diri.
Selama Buchanan di Gedung Putih, keponakannya, Harriet Lane, diasumsikan menjadi ibu negara dan menjadi populer.
Menjadi Presiden
Pada masa itu, perbudakan menjadi isu penting yang ramai dibicarakan di Amerika Serikat. Ketika pemilihan presiden, Buchanan yang berangkat sebagai calon dari Partai Demokrat mengatakan, perbudakan adalah sebuah masalah yang harus diputuskan oleh negara bagian dan wilayah masing-masing.
Sementara penantangnya dari partai Republik, John Fremont, menegaskan bahwa pemerintah harus melarang perbudakan di seluruh wilayah AS.
Dalam pemilihan umum presiden pada tahun 1857 tersebut, Buchanan memperoleh 174 suara. Sementara itu John Breckinridge yang saat itu berusia 35 tahun, menjadi wakil presiden termuda sepanjang sejarah.
Isu Perbudakan Meruncing
Setelah menjabat sebagai presiden, James Buchanan menunjuk kabinet yang terdiri dari orang-orang yang berasal dari bagian Utara -- yang antiperbudakan, dan Selatan -- properbudakan.
Dilansir dari situs White House, ia beranggapan bahwa hal itu demi menjaga perdamaian antara faksi pro perbudakan dan anti perbudakan.
Namun, cara Buchanan tak memadamkan perdebatan tentang perbudakan. Banyak orang beranggapan sang presiden terlihat lebih bersimpati kepada kaum dari Selatan yang pro-perbudakan.
Dua hari setelah ia dilantik menjadi Presiden AS, Mahkamah Agung AS mengatakan bahwa pemerintah negara tak memiliki kekuatan untuk mengatur perbudakan di wilayah dan menolak hak-hak warga negara yang merupakan keturunan Afrika. Hal tersebut tentu saja menimbulkan kehebohan di utara.
Pada Oktober 1859, seseorang yang mencoba menghapuskan perbudakan, John Brown, gagal melakukan pemberontakan budak besar-besaran untuk merampok gudang senjata negara di Virignia.
Brown didakwa melakukan pengkhianatan dan dihukum gantung. Peristiwa itu makin meningkatkan permusuhan antara Utara dengan Selatan.
Akhir Kepemerintahan Buchanan
Pada 1860 -- setelah Abraham Lincoln terpilih untuk menggantikan Buchanan -- South Carolina memisahkan diri dan Konfederasi segera didirikan.
Pada April 1861, sebulan setelah Buchanan tak menjabat seperti presiden, Perang Saudara Amerika (1861-1865) dimulai.
Ia pun meninggalkan krisis perbudakan di AS dan menyerahkannya kepada pemerintahan yang dipimpin oleh Lincoln.
"Jika Anda bahagia ketika memasuki Gedung Putih karena saya akan kembali ke Wheatland (perkebunan dekat Lancester, Penssylvania), Anda adalah pria bahagia," ujar Buchanan kepada Lincoln.