Kisah Briptu Maeselius Tembus Sungai Berlumpur demi Anak Lereng

Anak-anak di lereng gunung itu hanya memiliki seorang guru berstatus honorer yang harus mengajar seluruh kelas.

oleh Eka Hakim diperbarui 25 Mei 2016, 08:07 WIB
Anak-anak di lereng gunung itu hanya memiliki seorang guru berstatus honorer yang harus mengajar seluruh kelas.

Liputan6.com, Mamuju - Di balik seragam coklatnya, Briptu Maeselius berhati lembut. Personel Bhabinkantibmas yang bertugas di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) itu tak tega membiarkan anak-anak lereng belajar tanpa pendampingan.

Anak-anak yang dimaksud adalah para siswa Sekolah Dasar Kecil (SDK) Batu Dinding. Sekolah yang berada di lereng gunung Desa Salulebo, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat itu hanya memiliki seorang guru berstatus honorer untuk mengajar 47 siswa.

"Guru honorernya hanya satu orang. Belum lagi jika ia tak datang atau lagi sakit, tentunya anak-anak tak bisa lanjut belajar. Di sana itu, kelas 1 hingga kelas 6 digabung dalam satu ruangan karena ruangan memang hanya satu," ujar Maeselius kepada Liputan6.com, Selasa (24/5/2016).

Perjalanan Maeselius menuju lokasi anak-anak lereng gunung tak mudah. Ia setidaknya membutuhkan waktu tiga jam untuk sampai ke lokasi dengan melewati jalan rusak dan sungai berlumpur. Kondisi medan menjadi lebih berat saat dan setelah hujan. Meski begitu, ia melewatinya setiap hari dengan riang.

Sampai di lokasi, Marselius harus menghadapi kondisi ruang kelas yang kurang layak. Meski nama sekolah itu SDK Batu Dinding, ia tak menemukan dinding berbatu pada sekolah itu, melainkan hanya papan kayu. Tingginya hanya setengah karena bagian kosong berfungsi untuk sirkulasi udara dan pencahayaan.

Atap sekolah adalah seng, sedangkan lantainya masih berupa hamparan pasir dan batu. Belum ada sedikitpun sentuhan semen.

"Di sini saya mengajar. Mereka butuh guru dan mereka harus pintar. Sebagai Bhayangkara negara, saya terpanggil untuk memintarkan mereka," ucap Marcelius.

Satu cerita yang paling mengesankan saat mengajar adalah ketika musim hujan tiba. Itu karena ia harus melewati jalanan yang tertutupi lumpur dan genangan air setinggi paha orang dewasa. Belum lagi, lokasi tempat tinggal Marselius yang jauh dari lereng gunung.

"Satu yang menjadi motivasi saya karena jika saya tak datang mengajar akan mengganjal pikiran saya tentang nasib 47 siswa siswi yang menunggunya di sekolah itu," kata Marselius.

Kepedulian yang dilakukan Marselius tak lepas dari dukungan Kapolsek tempatnya bertugas di Polsek Pra Rural Topoyo, Iptu Jamaluddin serta Kapolres Mamuju, AKBP Eko Wagiyanto yang setiap saat selalu memberikan saran dan nasehat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya