Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) untuk kesekian kalinya menolak pemberian gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 RI Soeharto yang memerintah Indonesia selama 32 tahun. Usulan untuk pemberian gelar tersebut dinilai telah melukai banyak orang yang menjadi korban dari pemerintahan Orde Baru.
"Tak ada alasan menjadikan Soeharto sebagai pahlawan, jasa yang mana? Jasanya tercela, kita punya banyak catatannya," ujar Wakil Koordinator Advokasi KontraS Yati Andriyani di kantor KontraS, Selasa (24/5/2016).
Yati juga menilai, pemberian gelar pahlawan pada Soeharto melukai perjuangan reformasi.
"Jelas dalam cita-cita reformasi menyebutkan, adili Soeharto dan kroni-kroninya, cabut Dwifungsi ABRI," kata Yati.
Baca Juga
Advertisement
Ini bukan kali pertama Soeharto hendak dianugerahi gelar pahlawan. Sebelumnya, KontraS juga pernah menyurati pemerintah untuk menghentikan niatan tersebut.
"Jangan-jangan, Khofifah (Menteri Sosial Khofifah) adalah orang Orde Baru, ia mencoba membersihkan nama Soeharto di luar persidangan," ujar Maria Catarina Sumarsih, ibunda Wawan yang merupakan korban penembakan pada tragedi Semanggi 1998.
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Feri Kusuma juga mengatakan, pemberian gelar pahlawan merupakan upaya membangkitkan Orde Baru.
"Jika tetap ngotot beri gelar pahlawan, itu menodai semua pahlawan lainnya," ujar Feri Kusuma.
Ajang Cari Perhatian
Penganugerahan gelar pahlawan Nasional bagi mantan Presiden RI ke 4, Soeharto jadi ajang Caper (Cari perhatian) bagi kroni-kroninya di Partai Golkar. Begitu maklumat dari korban kejahatan HAM oleh Soeharto dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS).
"Cuma cari muka lagi bagi kroni-kroninya Soeharto, mereka ingin membersihkan nama Soeharto," ujar Maria Catarina Sumarsih, Ibunda Wawan yang merupakan korban penembakan oleh aparat pada tragedi Semanggi tahun 1998.
KontraS menolak dengan keras pemberian gelar pahlawan pada pemimpin anti kritik itu. Menurut KontraS, pemberian gelar pahlawan secara tak langsung melegalkan korupsi, kolusi, nepotisme dan membiarkan pelaku kejahatan HAM menjadi tokoh pahlawan.
Padahal, menurut catatan dan data KontraS Soeharto merupakan biang kerok kekejaman di Indonesia, ia pulalah bapak koruptor Indonesia.
"Soeharto bertanggungjawab atas pelanggaran HAM dan HAM beerat, serta tindak pidana korupsi. MA melalui putusannya telah menyatakan yayasan milik Soeharto jadi tempat pencucian uang keluarga Cendana dan kroni-kroninya," kata Wakil Ketua Bidang Advokasi, KontraS Yati Andriyani.