Liputan6.com, Jakarta - Tim Satuan Tugas (Satgas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di lima wilayah Provinsi Bengkulu, Senin kemarin. Dalam operasi itu, KPK menangkap dan menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati menjelaskan, operasi itu dilakukan mulai pukul 15.30 WIB sampai 20.45 WIB.
Advertisement
"KPK mengamankan uang Rp 150 juta (dalam operasi itu)," ujar Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2016).
Dia menjelaskan, serah terima uang itu dilakukan antara mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii dan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang sekaligus hakim tindak pidana korupsi Janner Purba.
"Serah terima dilakukan di sekitar PN Kepahiang," kata Yuyuk.
Usai transaksi itu, keduanya pulang ke kediaman masing-masing. Di rumah mereka itu, Tim Satgas KPK kemudian menciduk keduanya.
Di rumah dinas Janner, saat penangkapan Tim Satgas menemukan uang Rp 150 juta yang baru saja diterimanya dari Syafri.
Menurut Yuyuk, uang itu merupakan pemberian kedua. Pada 17 Mei 2016, Janner sudah menerima uang Rp 500 juta dari mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni. Sehingga total uang yang diterima Janner Rp 650 juta.
Setelah itu, dengan bantuan Polda Bengkulu, Tim Satgas KPK bergerak menciduk tiga orang lainnya. Yakni hakim adhoc tipikor PN Bengkulu, Toton dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, serta Edi.
Yuyuk mengatakan, kasus dugaan suap ini terkait dengan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Dalam perkara itu, Syafri dan Edi duduk menjadi terdakwa.
Perkara ini bermula saat Junaidi Hamsyah yang menjabat Gubernur Bengkulu mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu. SK itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkannya, negara disinyalir mengalami kerugian Rp 5,4 miliar. Dalam persidangan dengan terdakwa Edi dan Syafri, PN Bengkulu menunjuk tiga anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.