Journal: Surga Dunia di Kaki Gunung Gede

Kawasan Puncak, Jawa Barat, mahsyur sebagai surga dunia bagi pelancong asal Timur Tengah. Apakah magnet yang menarik kedatangan mereka?

oleh Rizky Aditya SaputraMufti Sholih diperbarui 25 Mei 2016, 07:22 WIB
Turis asal Timur Tengah di Puncak, Jawa Barat.

Liputan6.com, Jakarta Rumput setinggi 20 sentimeter (cm) tumbuh tak beraturan di halaman sebuah rumah yang berada persis di samping Jalan Raya Puncak, Jawa Barat. Udara dingin berembus menyapu halaman rumah seluas 600 meter persegi itu. Balok-balok paving yang berserak tak beraturan membatasi rerumputan dengan teras rumah. Gerobak-gerobak milik pedagang kaki lima dibiarkan menumpuk tak rapi di sudut halaman.

Rumah itu dihuni Ibrahim dan keluarganya. Pria asal Indonesia itu membiarkan halaman dan rumahnya apa adanya. Penyakit darah tinggi yang berjangkit di tubuh pria 55 tahun membuatnya susah bergerak. "Ini rumah, saya tempati sejak 1990. Dibeli kakak saya dari orang Arab," ucap Ibrahim kepada Liputan6.com, Jumat (13/5/2016).

Tiga puluh satu tahun lalu, rumah berkelir putih dengan jendela kaca yang luas itu lebih gagah dari sekarang--salah satu rumah mewah pada masanya. Di rumah itulah, seorang pria asal Timur Tengah bernama Yusron Alwi menetap. Yusron menjadi orang Timur Tengah pertama yang bermukim di Desa Tugu Utara, Cisarua, Jawa Barat.

Rumah pertama yang ditinggali pelancong asal Timur Tengah. Bangunan ini terletak di Desa Tugu Utara, Cisarua, Jawa Barat. (Liputan6.com/Mufti Sholih)

Kedatangan Yusron menandai permulaan gelombang kedatangan wisatawan Timur Tengah ke Puncak. Dari tahun ke tahun, semakin banyak orang Timur Tengah yang mendatangi Cisarua. Sebagian dari wisatawan itu bahkan hidup menetap di rumah-rumah yang terletak 200 meter di sebelah tenggara rumah Ibrahim. Kawasan itulah yang kemudian dikenal dengan nama Warung Kaleng. Berbeda dengan rumah Ibrahim, Warung Kaleng masuk wilayah Desa Tugu Selatan.

Kepala Desa Tugu Selatan Afif Lukman menerangkan, pendatang dari Jazirah Arab mendatangi Kampung Kaleng sejak 1985. Dia tak ingat betul jumlah pendatang dari Timur Tengah ketika itu. Tapi dia mengetahui para pendatang itu tidak hanya berasal dari satu negara. "Ada dari Maghribi, Pakistan, dan Uzbekistan," ucap Afif. Gelombang kedatangan pelancong asal Timur Tengah pun kian bertambah pada dekade 2000-an. Pendatang yang tadinya datang sendirian kini membawa sanak famili atau teman dekatnya.

Kementerian Pariwisata mencatat, jumlah kedatangan wisatawan dari Jazirah Arab terus meningkat setiap tahun. Dari Januari 2011 hingga April 2016, jumlah wisatawan dari Timur Tengah mencapai hampir 900 ribu orang. Mereka berasal dari sejumlah negara, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Yaman. Arab Saudi menjadi negara penyumbang angka wisatawan paling banyak, yakni 661 ribu orang.

Salah satu sudut kawasan Puncak yang menjadi perlintasan menuju Desa Tugu Selatan, Cisarua, Jawa Barat. (Liputan6.com/Balgorazky Marbun)

Munif, misalnya, membawa serta keluarganya dari Arab Saudi ke Puncak. Pekerja swasta di Negeri Raja Fahd ini mengaku, sangat senang tinggal di Puncak. Dia merasa, Puncak punya magnet yang membuat dia dan keluarganya senang tinggal di Indonesia. Bapak dua anak ini menyebut daya tarik Puncak adalah lingkungan yang asri dan keramahan warga. Dia mengaku senang berlama-lama di kawasan ini.

"Pemandangannya sangat menakjubkan. Seperti surga dunia. Masya Allah," ucap Munif kepada Liputan6.com, Kamis (12/5/2016). Munif sudah lima kali berkunjung ke Puncak. Ia pun mengajak temannya Fahad, yang merupakan seorang aparatur Kerajaan Saudi, untuk menikmati alam Puncak.

Toko-toko dengan plang beraksara Arab di Warung Kaleng, Cisarua, Jawa Barat. (Liputan6.com/Mochamad Khadafi)

Kedatangan wisatawan Timur Tengah ini ke Puncak, dirasakan warga membawa banyak manfaat. Ketua RW 14 Desa Tugu Selatan Dede Wahyudi menuturkan, geliat wisatawan membuat warga kampungnya punya pekerjaan. Pria yang akrab disapa Dewa itu menyebut aktivitas wisata turis Timur Tengah telah memutar roda perekonomian kampungnya. Warga yang tadinya menganggur, katanya, kini punya pekerjaan. Beberapa pekerjaan warga antara lain pemandu turis, penjaga vila, atau sekadar pembantu rumah tangga di vila tempat turis Timur Tengah, menginap.

Terlebih, buat Dewa, hilangnya pengangguran ini membuat Warung Kaleng sepi kriminalitas. Warga lebih fokus mencari rezeki dengan kedatangan tamu dari negeri para syekh. "Tingkat ekonomi meningkat, kriminalitas menipis, dan tidak ada pengangguran," kata Dede.


Dua Magnet Penarik Wisata

Tugu, Cisarua, Bogor merupakan salah satu tempat favorit pelancong dari Timur Tengah. Biro perjalanan bertuliskan aksara Arab berjejer di sepanjang jalan kawasan tersebut. Kedai-kedai swalayan yang menjual kebutuhan warga Timur Tengah hadir di antara kantor biro wisata. Bahkan tempat potong rambut pun mempromosikan diri dengan plang-plang bertuliskan aksara Arab.

Wisatawan Timur Tengah umumnya mulai ramai mengunjungi rumah makan atau swalayan saat sore. Semarak warga Timur Tengah makin terasa selepas azan magrib. Sejumlah wisatawan tampak duduk santai di restoran yang menyediakan masakan khas Timur Tengah. Mereka banyak menghabiskan waktu untuk bercengkerama dengan keluarga.

Keramaian di Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat, yang menjadi destinasi wisata turis asal Timur Tengah. (Liputan6.com/Balgorazky Marbun)

Di Tugu, pelancong yang datang bisa dengan mudah mendapatkan barang-barang kebutuhan mereka, seperti di negara asal. Swalayan yang ada di kawasan tersebut sudah menyediakan barang-barang kebutuhan yang kebanyakan diimpor dari negara Timur Tengah.

Turis Timur Tengah yang datang ke lokasi ini, umumnya merupakan rombongan keluarga. Mereka pun terbiasa meminta warga lokal untuk memasak makanan khas Timur Tengah, seperti nasi kebuli, kambing guling, nasi bukhari, dan shisha. Sementara jika hendak bertamasya, mereka bisa mendatangi tempat bermain paralayang di kawasan kebun teh, atau jalan-jalan ke Taman Safari.

Lokasi kedua yang menjadi favorit pelancong Timur Tengah adalah kawasan perumahan mewah di Cipanas, Cianjur. Perumahan mewah itu kini menjadi alternatif saat kawasan Tugu, penuh dengan pelancong. Kawasan perumahan ini pun sudah tampak seperti Warung Kaleng. Biro perjalanan dan restoran khas Timur Tengah berdiri di sepanjang jalan menuju kawasan tersebut.

Perumahan ini awalnya merupakan kompleks perumahan elite. Bangunan-bangunan rumah yang ada di tempat itu kini sudah disulap menjadi vila penginapan. Kawasan perumahan mewah ini sedikit berbeda dengan kawasan Tugu. Kontur tanah di perumahan ini tak menanjak seperti di Tugu. Pelancong yang datang, kebanyakan anak muda. Saat sore menjelang, anak-anak muda yang biasa disebut shabab ini menjajal sepeda motor yang mereka sewa. Shabab ini memacu kendaraan mereka dengan kecepatan di atas 80 kilometer per jam.

Turis asal Timur Tengah di Puncak, Jawa Barat, melaju kencang di atas sepeda motor sewaan. (Liputan6.com/Mochamad Khadafi)

Dua lokasi ini berjarak sekitar 17 kilometer. Keduanya jelas punya karakteristik berbeda, meski berada di daerah Puncak. Dede Wahyudi, Ketua RW 14 Tugu Selatan, menuturkan, kawasan Tugu lebih ramah. Sebab, jarak antara vila tempat menginap dengan rumah warga tak terlalu jauh. Apalagi, penjaga vila merupakan warga setempat yang siap membantu tamu dari Arab. Sementara di perumahan elit itu, wisatawan tinggal di perumahan yang berjarak dengan warga.

Dia juga menyebut, pelancong yang datang ke Tugu, adalah pelancong baru. Sementara wisatawan yang datang ke Cipanas, umumnya pelancong lama. Mereka yang datang ke perumahan elit itu, biasanya baru pertama kali wisata ke Puncak. "Kalau yang sudah tiga kali, empat kali, lima kali ke Tugu, enggak mau ke Cipanas," kata lelaki yang akrab disapa Dewa ini.


Surga Dunia

Muad, salah seorang wisatawan dari Arab Saudi, membawa serta istri dan anaknya yang masih berusia lima tahun ke Puncak. Lelaki berusia 30 tahun ini mengatakan ingin menikmati keindahan alam Puncak. "Di sini pemandangan bagus, banyak bukitnya," ucap Muad. Muad mengaku, dirinya datang lantaran sebelumnya mendengar pembicaraan soal Puncak. Selama di Puncak, Muad dan keluarga tinggal di kawasan Tugu, Cisarua. Dia dan keluarganya sudah bertamasya ke sejumlah tempat di Puncak, termasuk ke Taman Bunga Cibodas.

Sama dengan Muad, wisatawan lainnya yakni Munif dan Fahad, juga datang buat bertamasya. Munif sudah lima kali datang ke Puncak. Dalam kunjungan yang kelima ini, Munif mengajak Fahad dan keluarganya. Munif senang berada di Puncak. Baginya, Puncak adalah gambaran Surga Firdaus di dunia. Munif mengaku, keindahan alam Puncak membuat ia senang untuk kembali datang. Menurut Munif, putra pertamanya bernama Saud, betah tinggal di Puncak.

"Semua orang menghormati. Pemandangannya sangat menakjubkan. Seperti surga dunia (khadijatul jannah). Masya Allah, 100 persen bagus," kata Munif.

Fahad yang baru pertama kali ke Puncak, merasa takjub. Menurut Fahad, tak ada yang sebagus Indonesia. Dia tak menyesal diajak Munif. Fahad pun merasa, apa yang dibicarakan warga Arab Saudi yang pernah datang ke Puncak, benar adanya. Promosi puncak yang dikatakan dari mulut ke mulut, sudah dia buktikan. Fahad berencana kembali datang ke Puncak. "Saya pun mungkin akan ada kunjungan yang kedua, ketiga, keempat," kata lelaki yang berprofesi sebagai aparatur Kerajaan Saud ini.

Fenomena berbeda terjadi pada pemuda-pemuda Timur Tengah. Kedatangan mereka ke Puncak tak sekadar mencari keindahan alam. Para pemuda yang umumnya menetap di Kota Bunga ini berpelesir untuk menghirup aroma kebebasan yang tak mereka dapat dengan leluasa di negeri asal. Setiap sore, pemuda-pemuda ini berkeliling di perumahan elit itu dengan menunggang sepeda motor yang mereka sewa dari warga setempat. Motor yang disewa pun, biasanya motor gede alias moge berkapasitas mesin 250 cc.

Selain berkeliling, ada juga pemuda Timur Tengah yang menggelar balapan motor. Balapan itu biasanya dilakukan dengan sesama teman. Kerap kali, suara ejekan meluncur dari seorang pemuda kepada pemuda lainnya. "Payah, lebih cepat, dong," ejek seorang pemuda saat tengah beradu cepat dengan temannya.

http://cdn0-a.production.liputan6.static6.com/medias/1243931/big/032296200_1464110744-vlcsnap-2016-05-25-00h10m18s147.jpg

Ketika malam datang, aktivitas para pemuda berpindah ke dalam rumah. Di salah satu sudut perumahan elit itu, tim Liputan6.com menemukan rumah dua lantai dengan lampu disko menyinari dinding ruang tengah. Dentuman musik terdengar keras dari jarak puluhan meter. Kemeriahan musik dan sinar lampu disko baru berhenti menjelang azan subuh.

Malam semakin larut ketika tim Liputan6.com melihat sebuah mobil yang membawa 4-5 perempuan berparas melayu mengelilingi perumahan elit itu. Perempuan yang bertindak sebagai sopir akan menghentikan laju kendaraan apabila ada teriakan dari teras rumah. "Lady, lady," ujar seorang pria berparas Timur Tengah sambil berteriak ke arah mobil yang melaju. Mobil berhenti lalu bergerak mundur. Aktivitas tawar menawar pun terjadi. Setelah tercapai kesepakatan, perempuan yang berada di dalam mobil tersebut masuk ke dalam rumah.

Kepala Keamanan Perumahan tersebut Hadiman mengatakan manajemen kawasan itu masih mentoleransi balapan yang dilakukan para pemuda. “Mereka baik-baik saja,” katanya kepada Liputan6.com, Selasa (17/5/2016).

Hadiman membantah ihwal prostitusi yang terjadi di perumahan elit tersebut. Menurut dia, petugas keamanan perumahan itu memantau ketat aktivitas penghuni. "Dalam beberapa menit saja kami sudah tahu," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya