Liputan6.com, Jakarta - Usai menetapkan 5 tersangka dugaan suap pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan mereka.
Kelimanya ditetapkan tersangka pasca-operasi tangkap tangan (OTT) Tim Satuan Tugas KPK di Bengkulu, Senin 23 Mei 2016.
Kelima tersangka itu, yakni hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc tipikor PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.
Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.
"Mereka ditahan untuk 20 hari ke depan," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati, Selasa malam 24/5/2016.
Janner ditahan di Rutan Gedung KPK, Totton dititipkan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat, Badaruddin diinapkan di Rutan Cipinang, Syafri ditumpangkan di Rutan Salemba, dan Edi ditempatkan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan,
"Mereka ditahan untuk kepentingan penyidikan," kata Yuyuk.
Baca Juga
Advertisement
Atas perbuatannya, Janner dan Toton sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Badaruddin alias Billy yang juga menjadi penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Syafri dan Edi selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Adapun perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu ini bermula saat Junaidi Hamsyah menjabat Gubernur Bengkulu mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu. SK itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkan Junaidi itu, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 5,4 miliar.
Kasus itu pun bergulir ke persidangan di Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Syafri dan Edi. Dalam persidangan perkara tersebut, PN Bengkulu kemudian menunjuk tiga anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.