Liputan6.com, Jakarta - Puncak, Cipanas, Jawa Barat, kini menjadi salah satu tempat tujuan wisatawan asal Timur Tengah. Geliat kedatangan wisatawan terekam dalam tiga tahun terakhir. Kedatangan mereka satu perumahan mentereng di Puncak menjadikan kawasan yang semula perumahan elite warga lokal ini menjadi tempat hunian wisatawan asing. Arus kedatangan pelancong yang cukup deras membuat hiruk pikuk perumahan elit ini menjadi bergeliat. Perumahan yang tadinya hampir mati, kini hidup kembali.
Geliat kehadiran pendatang asal Timur Tengah ini menjadikan sebuah perumahan di Puncak ini bak Warung Kaleng yang berada di Cisarua, Bogor. Warung Kaleng juga terkenal sebagai favorit wisatawan Timur Tengah. Di sepanjang jalan menuju kawasan perumahan elit ini, mudah ditemui sejumlah toko, biro perjalanan, dan restoran bertuliskan huruf Arab. Pemandangan ini hampir sama dengan yang terjadi di Warung Kaleng. Yang membedakan, bangunan tak berdiri berderetan. Jumlahnya pun masih terbilang sedikit dibanding Warung Kaleng.
Advertisement
Salah seorang warga yang enggan menyebutkan namanya menjelaskan bahwa arus kedatangan pelancong Timur Tengah terjadi lebih kurang tiga tahun ke belakang. Mereka datang, karena Cisarua kian sesak. Terlebih, yang datang adalah anak muda yang butuh tempat yang lebih aman dan bebas. “Karena minat mereka datang ke Puncak makin banyak, makanya lebih diarahkan ke vila yang lebih terjamin keselamatan mereka. Di sini kan komplek, ada security juga jadi lebih terjamin,” kata warga tersebut kepada Liputan6.com, Minggu (22/5/2016).
Kedatangan wisatawan asal Timur Tengah perlahan mengubah perumahan mewah di Puncak. Perumahan elite yang semula tenang itu kini perlahan mulai bising. Musababnya, pendatang muda ini senang menggeber kendaraan roda dua. Kebisingan sangat terasa ketika azan Ashar selesai berkumandang. Raungan mesin-mesin motor terdengar bersamaan dengan berseliwerannya sepeda motor. Suaranya memecah suasana sore yang tenang.
Keberadaan wisatawan muda yang karib disebut shabab ini menggeser pamor anak muda setempat. Pemuda setempat sebelumnya sering lalu lalang menggeber sepeda motor matik untuk berkeliling komplek. Namun kini shabab membuat mereka menepi lantaran sepeda motor yang digunakan shabab lebih mentereng, yakni motor gede bertenaga 250 cc dengan knalpot racing. Shabab doyan menggeber motor bertenaga besar lantaran kebut-kebutan di jalanan tak bisa mereka lakukan di negara asal mereka.
Tujuan kedatangan wisatawan muda ini jelas berbeda dengan wisatawan yang sudah berkeluarga. Pemuda-pemuda Timur Tengah ini tampak mencari kebebasan dibanding hanya sekadar bertamasya. Sementara wisatawan yang membawa keluarga, mereka tampak hanya ingin mencari keindahan alam dan suasana yang tak bisa didapat di Timur Tengah. “Semua yang ada di sini sangat alami. Banyak taman di sini,” kata Fahad, wisatawan yang membawa keluarganya kepada Liputan6.com, Kamis, 19 Mei 2016.
Jejak Tamasya Shabab di ‘Surga Dunia’
Liputan6.com mencoba mengikuti jejak shabab di perumahan mewah Puncak ini. Pemuda asal Timur Tengah ini punya kegiatan yang nyaris sama setiap hari. Pagi hari, mereka akan bertamasya ke sejumlah tempat wisata yang berada di kawasan Puncak. Kebun Raya Cibodas menjadi salah satu lokasi favorit. Di sana, mereka bisa tidur-tiduran dan jalan-jalan mengelilingi hamparan rumput. Mereka akan berada di tempat tamasya itu hingga menjelang sore.
Sore menjelang, sebagian shabab masih ada yang melanjutkan kegiatan dengan mendatangi restoran-restoran yang berada di sekitar komplek perumahan atau bertandang ke Desa Tugu Selatan atau Tugu Utara, Cisarua, Bogor. Sisanya, ada yang pulang ke perumahan tersebut dan melanjutkan tamasya berkeliling dengan sepeda motor. Sekitar pukul 20.00 WIB, shabab sudah di vila.
Kegiatan shabab tak berhenti setibanya di vila. Aktivitas lain segera digelar selang beberapa saat setelah mereka datang. Tim Liputan6.com mendapati sejumlah vila yang ditempati shabab berubah fungsi saat malam hari. Vila yang tampak sunyi saat siang berubah semarak. Kegaduhan di luar rumah saat siang, beralih ke dalam rumah saat malam.
Di salah satu sudut perumahan mewah itu, tim Liputan6.com menemukan rumah dua lantai dengan lampu disko menyinari dinding ruang tengah. Dentuman musik terdengar keras dari jarak puluhan meter. Pesta wisatawan ini biasanya mendatangkan perempuan-perempuan pekerja seks komersial atau karib disebut lady. Warga yang enggan disebut namanya menceritakan, mereka biasanya diminta wisatawan untuk mencarikan lady kepada muncikari. “Suka ada (permintaan perempuan-red). Tapi perempuannya orang-orang luar. Bukan daerah sini,” kata warga tersebut.
Tim Liputan6.com mencoba membuktikan keterangan warga tersebut. Tim mendapati dua minibus berwarna silver dan hitam dengan pelat nomor Jakarta dan Bandung berseliweran di sekitar vila ketika malam kian larut. Setiap minibus membawa empat-lima perempuan berparas lokal. Perempuan-perempuan ini disopiri seorang lelaki yang tak lain muncikarinya. Di sebelah sopir duduk seorang lelaki genit dengan dandanan meyerupai perempuan. Lelaki itu kemudian berteriak saat mobil memutari komplek. “Lady, lady,” teriak sang lelaki.
Teriakan yang terdengar sedikit kemayu itu disambut seorang pemuda berparas Timur Tengah. Sopir mobil pun mendadak sontak berhenti kemudian bergerak mundur ke arah asal teriakan. Si lelaki yang berteriak itu kemudian berbincang dengan pemuda Timur Tengah menggunakan bahasa Arab pasar. Dalam perbincangan itu, nomimal rupiah disebutkan. Dua menit berselang, kedua pihak mencapai kesepakatan. Perempuan yang berada di dalam mobil kemudian masuk ke dalam vila. Mereka berada di dalam vila sampai menjelang azan Subuh atau sekitar pukul 04.00 WIB. Peristiwa tersebut pun lazim terjadi saban malam.
Tim Liputan6.com juga berkesempatan berkunjung ke dalam salah satu vila yang ditempati pemuda Timur Tengah. Majid, pemuda Timur Tengah yang menempati salah vila di Kota Bunga, mengatakan dia bersama empat temannya berasal dari Riyadh, Arab Saudi. Berbekal uang USD 5.000 atau sekitar Rp 67,5 juta (kurs Rp 13.500) per orang, Majid dan teman-temannya liburan ke perumahan elit tersebut.
Vila yang mereka tempati punya dua lantai. Mereka menjadikan ruangan tengah lantai dua sebagai tempat pesta. Lampu warna-warni sengaja dipasang di ruangan itu. Di ruangan tersebut juga terdapat sound system, kursi yang ditata seperti bentuk huruf L dan ada meja kaca yang di atasnya terdapat dua botol Jack Daniels serta makanan ringan.
“Di sini, tempatnya enak, pemandangan bagus, dan cuacanya dingin. Di sini gampang mencari lady. Tapi, lady dan minumannya kurang bagus,” kata Majid, Minggu dinihari kemarin. Majid membandingkan perempuan yang dia tawar malam itu dengan perempuan yang pernah dia kencani sebelumnya. Lelaki yang sudah 10 hari berada di Puncak ini mengaku dirinya tak masalah mengeluarkan kocek Rp 4 juta sampai Rp 5 juta buat membayar lady. “Asal cakep,” kata Majid dengan nada bicara yang mulai tak beraturan.
Manajemen perumahan mewah tersebut mengaku pihaknya terus memantau keberadaan wisatawan asal Timur Tengah. Kepala Bagian Umum dan Keamanan perumahan tersebut Hadiman menceritakan, petugas keamanan komplek selalu mengecek dan berpatroli guna mengantisipasi kabar ada pihak yang menjajakan perempuan untuk wisatawan. Menurut Hadiman, petugas keamanan sudah mampu mengidentifikasi dan akan langsung bertindak jika benar prostitusi terjadi di lingkungannya.
“Karena cirinya kan kelihatan. Dari beberapa menit saja, kami sudah tahu,” ucap Hadiman kepada Liputan6.com, Minggu kemarin. Pensiunan TNI Angkatan Darat ini menjamin prostitusi tak ada di komplek perumahan mewah itu. Dia pun mengakui, keberadaan wisatawan asal Timur Tengah tak berdampak buruk bagi Kota Bunga. “Mereka baik-baik saja,” kata Hadiman.
Advertisement