Liputan6.com, Indrapura - Pembunuhan sadis terhadap 1 keluarga terjadi di Banyuasin, Sumatera Selatan pada 9 Mei 2016. Jasad Tasir (65), Topiah (60), Kartini (37), Winarti (14), dan Ariyam (6) lalu dimasukkan ke dalam karung dan dihanyutkan ke aliran anak Sungai Musi Jalur 14, Desa Sungai Betet, Banyuasin.
Empat dari lima tersangka berhasil diringkus. Sementara satu lainnya, yakni UUK menjadi buronan. Namun, pada Selasa malam 24 Mei 2016, dengan didampingi ibundanya, pemuda 17 tahun itu menyerahkan diri ke Polres Kabupaten Prabumulih, Sumsel.
Menurut pengakuan UUK, pada awalnya dirinya tak tahu jika AM, bos di tempatnya bekerja mengajak bertindak kriminal.
"Saya diajak AM ke rumah korban. Katanya mau pinjam spidol untuk nulis patok kayu. Sampai di rumah korban, saya disodorkan pistol dan disuruh menembak Tasir. Saya bingung, kalau saya tidak membunuhnya, saya yang akan dibunuh oleh AM," ujar UUK saat diinterogasi di Polres Prabumulih, Sumsel, Kamis (26/5/2016).
Baca Juga
Advertisement
UUK pun terpaksa membunuh Tasir. Bukan dengan pistol melainkan dengan potongan kayu gelam yang dipukul ke bagian belakang kepala korban.
Setelah korban tak bernyawa, kata UUK, AM menyuruhnya memasukkan mayat korban ke karung dan diisi pasir agar saat dibuang ke Sungai Musi, karung tersebut tenggelam.
Dimakamkan
Jenazah lima korban pembantaian AM cs yang diinapkan di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang diserahkan ke keluarga. Kapolres Banyuasin, AKBP Prastyo mengungkapkan, proses identifikasi dan DNA dianggap sudah selesai dan jenazah bisa langsung diserahkan ke keluarga.
"Semuanya sudah selesai, para pelakunya juga sudah ditangkap dan akan ditindak," ujar Prastyo.
Kelima jenazah tersebut dibawa pulang ke Desa Indrapura, Kecamatan Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin Sumsel. Jenazah dimakamkan pada hari Rabu 25 Mei 2016 dalam lokasi pemakaman yang sama.
Otak Pembunuhan
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes R Djarod Padavoka didampingi Dir Ditreskrimum Polda Sumsel, Kombes Daniel Tahimonang Silitonga mengatakan, otak pembunuhan sadis ini, yakni AM menjual tanah fiktif pada korban karena tergiur dengan uang hasil penjualan tanah korban sebesar Rp 750 Juta.
Pelaku memberikan fotokopi Surat Pelepasan Hak atau (SPH) tanah yang nama pemiliknya dipalsukan.
"Setelah melakukan transaksi, korban langsung membayar pelaku dengan uang DP. Namun karena tanah yang dijanjikan tak kunjung jelas," ujar Djarod kepada Liputan6.com, saat melakukan ekspose pembunuhan Banyuasin di Mapolda Sumsel pada Senin, 23 Mei 2016.
"Korban pun mendesak pelaku untuk memberi tahu keberadaan tanah tersebut. Korban juga akan melaporkan pelaku jika tidak segera mengembalikan uangnya," sambung dia.
Karena ketakutan dengan ancaman korban, sambung dia, AM pun menyusun strategi untuk membunuhnya agar penjualan tanah ilegal tersebut tidak terbongkar.
AM mengajak empat pelaku lainnya yang masih ada hubungan keluarga. AM juga mengiming-imingi empat pelaku dengan bayaran uang hasil jual tanah.
Advertisement