Liputan6.com, Jakarta - Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar kondisi terumbu karang di wilayah perairan Indonesia cukup memprihatinkan. Penyebabnya apalagi kalau bukan ulah para manusia jahil.
Di antara ulah mereka adalah pencurian ikan dengan cara dibom. Tidak jarang, sektor pariwisata, dalam hal ini para wisatawan, juga menjadi penyebab kerusakan terumbu karang.
Padahal terumbu karang memiliki fungsi ekologis penting yakni penyedia nutrien, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain, dan tempat asuhan bagi seluruh biota perairan.
Melihat kondisi memprihatinkan ini, Balai Penelitian Observasi Laut (BPOL) Kementerian Kelautan dan Perikanan pun berinovasi dengan mengembangkan teknologi transplantasi karang yang disebut Bioreeftek. Teknologi ini menghasilkan salah satu jenis terumbu karang buatan (artificial reef).
Baca Juga
Advertisement
Dipimpin oleh Eghbert Elvan Ampou, tim Climate Change BPOL mengembangkan teknologi Bioreeftek sejak 2008. Pria yang akrab disapa Elvan itu menjelaskan, secara terminologis, Bioreeftek terdiri dari tiga kata, yaitu bio yang berarti hidup/hayat; reef berarti terumbu/batu; dan tek adalah Teknologi. Singkat kata, Bioreeftek merupakan suatu struktur untuk pembudidayaan terumbu karang.
Yang menarik di sini adalah, Bioreeftek memanfaatkan bahan alami berupa tempurung kelapa sebagai media untuk penempelan larva planula karang, hingga membentuk koloni/individu baru (karang/terumbu karang).
“Intinya Bioreeftek adalah metode rehabilitasi dan konservasi terumbu karang yang tidak destruktif (merusak, red.) karena terbuat dari bahan alami dan mudah diperoleh. Teknologi tersebut mudah diaplikasikan atau diadopsi masyarakat lokal. Pembiayaannya pun relatif murah," tutur Elvan, sebagaimana Tekno Liputan6.com kutip dari Kumpulan 20 Karya Unggulan Teknologi Anak Bangsa yang dirilis Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi 2015, Sabtu (28/5/2016).
Berawal dari riset di Taman Nasional Bunaken
Elvan mengakui, gagasan awal dari inovasi ini muncul saat ia dan rekan kuliahnya sedang melakukan riset di Taman Nasional Bunaken pada akhir 2007 lalu. Saat itu dosen pembimbingnya dari Jepang sudah memiliki paten terumbu buatan yang terbuat dari keramik.
"Dari situlah saya mulai berpikir kenapa tidak menggunakan produk dalam negeri asli Indonesia. Maka muncul ide untuk mencoba dengan menggunakan bahan alami tempurung kelapa yang banyak ditemukan di daerah pesisir Indonesia,” ujar Elvan.
Yang juga membanggakan adalah riset tersebut digelar untuk menunjang salah satu program pemerintah Indonesia membangun 20 juta hektar kawasan konservasi pada 2020 dan telah dideklarasikan secara eksplisit pada kegiatan World Ocean Conference (WOC) 2009 di Manado, Sulawesi Utara.
Selama satu tahun riset tersebut digelar satu paket dengan kegiatan riset Observasi dan Kajian Pemanfaatan Kawasan Konservasi Laut Daerah pada 2008 di Balai Penelitian dan Observasi Laut (dahulu bernama Balai Riset dan Observasi Kelautan).
"Riset ini kemudian mulai diterapkan di beberapa lokasi. Dan pada 2012 masuk dalam kegiatan Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) Kementerian Riset dan Teknologi, yang sekarang menjadi Kementerian Ristek dan Dikti," kata Elvan.
Bicara soal biaya, satu unit Biorefteek hanya memerlukan sekitar Rp50 hingga Rp150 irbu rupiah saja, tergantung pada lokasi, kondisi lokasi, dan situasi perairan di mana Biorefteek akan diterapkan.
Lantas bagaimana Bioreeftek diterapkan? Sederhana saja. Potong dan susun tempurung kelapa, kemudian letakkan di perairan yang terumbu karangnya masih baik.
Tujuannya agar larva planula karang cepat menempel di media tempurung kelapa. Ketika planula karang sudah menempel, Bioreeftek pun siap dipindahkan ke kawasan terumbu karang yang relatif kurang baik atau rusak akibat ulah manusia jahil.
Untuk diketahui, Bioreeftek telah dikaji, dikembangkan, diterapkan, dan diadopsi oleh berbagai pihak, seperti untuk rehabilitasi dan konservasi terumbu karang di Indonesia.
Selain Bali, tempat-tempat yang perairannya sudah mengadopsi Bioreeftek antara lain Gili Lawang dan Gili Sulat, Kabupaten Lombok Timur; Desa Tablolong, Kupang dan Pantai Londe Lima, Waingapu; Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan; dan Taman Nasional Bunaken.
Ke depannya Elvan akan terus meningkatkan riset Bioreeftek untuk rehabilitasi ekosistem terumbu karang, khususnya calon kawasan konservasi perairan dan umumnya kawasan pesisir Indonesia.
(Why)
Advertisement