Liputan6.com, Jakarta - Utang pemerintah pusat Indonesia sudah menembus Rp 3.279,28 triliun per April 2016 atau naik Rp 42,67 triliun dari total utang bulan sebelumnya sebesar Rp 3.236,61 triliun. Utang tersebut dinilai masih sangat kecil daripada negara lain di dunia yang ukuran ekonominya seperti Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro usai Kampanye Layanan E-Filing dan E-Biling mengungkapkan, utang pemerintah pusat Indonesia membengkak karena dua faktor. Salah satunya adalah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Utang pemerintah pusat naik karena depresiasi kurs rupiah dan kita merealisasikan utang untuk tahun ini," tegas Bambang saat ditemui wartawan di Plaza Sarinah, Jakarta, Minggu (29/5/2016).
Baca Juga
Advertisement
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan berupaya mengendalikan laju utang pemerintah pusat supaya tetap berada pada kisaran yang aman. Utang pemerintah pusat senilai Rp 3.279 triliun setara dengan rasio 27 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kita kendalikan utang itu, sehingga masih 27 persen dari PDB. Rasio utang itu sudah kecil sekali dibanding ukuran negara di dunia, yang setara dengan Indonesia ya. Jadi masih sangat terkendali," terang Bambang.
Dia menegaskan, pemerintah tidak perlu melakukan lindung nilai (hedging) terhadap utang pemerintah pusat. Pasalnya, pemerintah berutang dengan dominasi pinjaman dalam mata uang rupiah. "Utang tidak perlu di-hedge, tidak ada risiko buat kita. Karena mayoritas utang kita dalam bentuk rupiah," jelas Bambang.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu), total utang pemerintah pusat Indonesia membengkak Rp 42,67 triliun menjadi Rp 3.279,28 triliun dibanding realisasi bulan sebelumnya Rp 3.236,61 triliun.
Sementara di periode Januari 2016, total utang pemerintah pusat sebesar Rp 3.220,98 triliun. Nilai utang tersebut sempat turun tipis menjadi Rp 3.196,61 triliun pada posisi hingga akhir Februari ini.
Jika dirinci, utang pemerintah pusat Indonesia hingga April ini Rp 3.279,28 triliun atau setara US$ 248,36 miliar berasal dari pinjaman senilai Rp 749,37 triliun atau US$ 56,75 miliar dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 2.529,92 triliun atau setara US$ 191,60 miliar.
Data DJPPR menyebutkan, pinjaman senilai Rp 749,37 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp 745,04 triliun yang rinciannya adalah bilateral Rp 347,30 triliun, multilateral Rp 349,08 triliun, komersial bank Rp 48,51 triliun dan suppliers Rp 0,15 triliun. Adapun pinjaman dalam negeri Rp 4,33 triliun.