Liputan6.com, Jakarta - Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta, Abraham 'Lulung' Lunggana menyatakan siap mundur kapan saja dari jabatannya sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta apabila nanti salah satu parpol mencalonkannya maju menjadi calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
"Kalau saya dicalonkan, saya harus patuh. Kapan saja saya berani mengundurkan diri kalau memang ketentuannya seperti itu," ujar Lulung saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (31/5/2016).
Lulung pun menegaskan dia siap menerima apapun keputusan parpol yang dia daftar sebagai cagub dan cawagub yakni PDIP, PKB, PPP, dan Demokrat.
"Kalau (koalisi) gemuk, saya siap dicalonkan maupun tidak dicalonkan. Kalau memang dicalobkan siap, asal (parpol) itu tidak koalisi dengan Pak Ahok," ujar Lulung.
Politikus PPP itu mengatakan telah berkomunikasi dengan rekan kerjanya di DPRD DKI, apabila nanti salah satu dari mereka dicalonkan menjadi cagub/cawagub, maka harus siap mengundurkan diri dari kursi anggota dewan.
Baca Juga
Advertisement
"Saya katakan ke teman-teman, harus berani (mundur)," tegas Lulung.
Aturan Dalam RUU Pilkada
Hingga saat ini pembahasan revisi Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) masih terus bergulir. Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan DPR dan pemerintah sudah sepakat soal anggota dewan yang harus mundur jika dirinya maju Pilkada.
"Tadi berhasil kita tetapkan alternatif tentang syarat calon (maju Pilkada) adalah pemerintah tetap mengusulkan anggota DPR, DPD, dan DPRD mundur," ungkap Rambe di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin malam 30 Mei 2016.
Selain itu, setelah pembahasan panjang RUU Pilkada menghasilkan beberapa hal. Yang pertama, kata Rambe, apapun rumusan soal revisi UU Pilkada, DPR akan ikut pemerintah.
"Tapi secara tegas ada fraksi yang mengusulkan tidak akan melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) jadi diusulkanlah poin pertama kepada anggota DPR yang menduduki jabatan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) mundur," papar Rambe.
"Oleh karena itu, pasal berikutnya TNI dan Polri mundur, PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) juga mundur sedangkan anggota DPR non AKD tidak disebut di situ. Jadi kita harus mengambil sikap yang melaksanakan putusan MK," sambung dia.
Petahana Cuti
Poin yang kedua, lanjut Rambe, adalah soal cuti. DPR sepakat cuti bagi pejabat negara diklaim sebagai izin bukan cuti.
"Siapa yang akan berikan cuti kepada pejabat negara, cuti di luar tanggungan negara gimana? Jadi cukup izin bagi pejabat negara untuk melakukan kampanye," ucap dia.
Sedangkan bagi calon petahana, kata Rambe, harus cuti di luar tanggungan negara dan hanya selama masa kampanye.
"Petahana harus cuti di luar tanggungan negara selama masa kampanye terhitung 3 hari setelah penetapan calon sampai 3 hari sebelum masa pemilihan. Itu masa kampanye. Jadi cutinya pada masa kampanye," terang Rambe.
Politisi Partai Golkar ini menambahkan poin selanjutnya adalah soal money politics itu bagaimana mekanismenya sampai calon tersebut didiskualifikasi.
"Kalau yang melakukan (money politics) pasangan calon langsung didiskualifikasi, tetapi kalau tim suksesnya untuk apa didiskualifikasi, kan yang penting ada pembuktiannya. Kalau tim sukses yang penting pembuktian," kata Rambe.
"Kecuali kampanye dalam pertemuan terbatas dan dialog tatap muka, itu memang didanai oleh parpol dan paslon," tutup dia.
Senada dengan Rambe, Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menjelaskan dari 10 fraksi yang ada di DPR, sebagian besar minta sesuaikan dengan UU yang ada.
"TNI-Polri punya UU internal mencalonkan kepala daerah karena sebagai unsur pengamanan memiliki senjata dan pasukan sehingga jelas TNI harus mundur. PNS harus mundur ada UU ASN," tegas Riza.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah melakukan lobi ke Komisi II DPR. Hasilnya, mereka sepakat soal mundurnya anggota DPR jika maju dalam pilkada.
Meski sudah sepakat soal mundurnya anggota DPR, namun masih ada 2 poin yang masih perlu dibicarakan.
"Tentang petahana apakah cukup cuti kampanye atau pendaftaran. Itu aja. Kedua tentang sanksi bagi yang OTT money politic. Pasangan calon money politic langsung didiskualifikasi tapi ancaman hukuman untuk timnya bagaimana, masih dibicarakan," jelas Tjahjo.